Rabu, 10 September 2025

Revitalisasi Pelabuhan-pelabuhan di Sepanjang Selat Malaka: Merebut Pusat Poros Maritim Dunia

 


Oleh: HarmenBatubara

Selat Malaka bukan sekadar jalur air; ia adalah urat nadi perdagangan global. Sebagai salah satu selat tersibuk di dunia, lebih dari 90.000 kapal melintasinya setiap tahun, membawa minyak, gas, container, dan komoditas lainnya yang menggerakkan perekonomian Asia. Namun, selama puluhan tahun, Indonesia kerap menjadi penonton di rumah sendiri, menyaksikan kapal-kapal besar itu singgah dan mengisi pundi-pundi ekonomi Singapura dan Malaysia.

Kini, visi besar untuk menjadi Poros Maritim Dunia mengubah narasi itu. Pemerintah Indonesia secara agresif melakukan revitalisasi dan pembangunan pelabuhan-pelabuhan strategis di sepanjang pesisir Selat Malaka. Tujuannya jelas: merebut pangsa pasar logistik dan perdagangan internasional, menekan biaya logistik domestik yang mahal, dan akhirnya menjadi pemain utama, bukan sekadar batu pijakan, dalam perdagangan global.

Upaya Nyata Indonesia: Membangun Gerbang Baru Dunia

Indonesia tidak setengah-setengah dalam mewujudkan ambisi maritimnya. Beberapa proyek strategis telah dan sedang dikerjakan dengan serius:

1.  Pelabuhan Internasional Kuala Tanjung (PIKT), Sumatera Utara

 Proyek ini adalah bintang utama dalam strategi Indonesia. Dibangun dengan konsep “integrated port and industrial estate”, PIKT bukan sekadar pelabuhan, melainkan kawasan ekonomi khusus yang terintegrasi. Upaya nyata yang telah dilakukan termasuk:

*   Pembangunan terminal container berkapasitas 4,5 juta TEUs pada fase pertama, dengan potensi pengembangan hingga 14 juta TEUs.

*   Pengoperasian dermaga yang dapat disandari kapal berkapasitas hingga 10.000 TEUs (kapal kelas “post-panamax”).

    *   Integrasi dengan kawasan industri dan smelter yang menarik investasi mancanegara.

    *   Pemerintah melalui Pelindo I (sekarang menjadi bagian dari Pelindo Nasional) telah menanamkan investasi triliunan rupiah untuk menjadikan Kuala Tanjung sebagai *hub* atau simpul logistik utama di bagian barat Indonesia, mengimbangi dominasi Pelabuhan Tanjung Pelepas di Malaysia dan Singapura.

2.  Pelabuhan Batu Ampar, Batam

Letaknya yang sangat strategis, berhadapan langsung dengan Singapura, membuat Batu Ampar memiliki potensi luar biasa. Revitalisasi dan pengembangannya difokuskan untuk:

    *   Meningkatkan kapasitas bongkar muat dan memperdalam alur pelayaran.

    *   Memperkuat peran Batam sebagai *transshipment hub* untuk kargo internasional yang sebelumnya selalu dialihkan ke Singapura.

    *   Mendukung industri manufaktur di Batam dan kawasan perdagangan bebasnya, sehingga ekspor-impor dapat dilakukan langsung tanpa melalui Singapura lagi, yang secara signifikan memotong waktu dan biaya.

3.  Pelabuhan Belawan, Medan

Sebagai pelabuhan tradisional utama di Sumatera, Belawan juga terus ditingkatkan kapasitas dan efisiensinya. Meski nantinya akan dilayani oleh Kuala Tanjung, modernisasi Belawan tetap krusial untuk menangani arus logistik regional Sumatera Utara sambil melakukan transisi yang mulus.

Tantangan dari Seberang: Mega Proyek Kuala Linggi Malaysia

Indonesia tidak berjalan sendirian dalam perlombaan ini. Malaysia, dengan membaca peluang yang sama, tengah mengembangkan “Pelabuhan Kuala Linggi International Port (KLIP)” di Negeri Sembilan. Yang membuat proyek ini sangat signifikan adalah nilai investasinya yang mencapai **RM 14.3 miliar (sekitar Rp 50 triliun)**.

KLIP dirancang bukan hanya sebagai pelabuhan biasa, melainkan sebagai “maritime industrial park” yang lengkap dengan fasilitas “bunkering”, “offshore support”, dan industri turunan minyak dan gas. Lokasinya yang berada di ujung selat Malaka memberinya keuntungan taktis untuk melayani kapal-kapal sebelum memasuki atau setelah meninggalkan selat yang padat. Ini jelas merupakan langkah Malaysia untuk memperkuat cengkeramannya di pasar logistik regional dan bersaing langsung dengan pelabuhan-pelabuhan baru Indonesia serta dominasi Singapura.



Signifikansi Besar: Lebih dari Sekadar Pelabuhan

Upaya revitalisasi pelabuhan ini memiliki dampak yang sangat besar dan strategis, khususnya dalam konteks tiga negara bertetangga:

1.  Penurunan Biaya Logistik Domestik yang Signifikan: Selama ini, banyak barang ekspor-impor Indonesia harus *di-transshipment* melalui Singapura atau Tanjung Pelepas. Praktik ini menambah waktu dan biaya yang sangat besar. Dengan adanya pelabuhan hub seperti Kuala Tanjung dan Batu Ampar, barang dapat langsung diekspor atau diimpor, memotong mata rantai logistik yang mahal. Efisiensi ini akan langsung meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

2.  Merebut Nilai Tambah Ekonomi: Setiap kali sebuah kapal bersandar, ia menghabiskan bahan bakar, membutuhkan suku cadang, mempekerjakan tenaga kerja, dan menggerakkan sektor jasa. Nilai tambah ekonomi ini selama ini dinikmati oleh tetangga. Dengan memiliki *

“hub” logistik sendiri, Indonesia dapat menahan aliran devisa dan menciptakan lapangan kerja yang luas di sektor maritim dan logistik.

3.  Posisi Tawar dalam Persaingan Regional: Keberadaan pelabuhan-pelabuhan modern meningkatkan posisi tawar Indonesia di kawasan. Indonesia tidak lagi sekadar "pemilik jalur", tetapi menjadi "penyedia layanan" logistik kelas dunia. Hal ini menciptakan persaingan sehat yang pada akhirnya akan menguntungkan para pelaku usaha dengan lebih banyak pilihan dan layanan yang lebih baik.

4.  Sayangnya Jika Tidak Ada: Mengabaikan peluang ini sama halnya dengan membiarkan "rugi ratensi" yang terus menerus. Tanpa pelabuhan yang kompetitif, Indonesia akan tetap terjebak dalam ketergantungan logistik pada negara tetangga, biaya logistik akan tetap tinggi, dan visi menjadi Poros Maritim Dunia hanya akan menjadi wacana.

Membandingkan Biaya Logistik Indonesia vs Malaysia & Singapura.

  • Pemerintah mencatat biaya logistik domestik sebesar 14,29 % dari GDP pada 2023, dengan tambahan biaya ekspor mencapai 8,98 %, sehingga secara total sekitar 23,27 % dari GDP (Universitas Gadjah Mada, Pelindo Jakarta, The Jakarta Post).
  • Sementara itu, negara tetangga mencatat biaya logistik jauh lebih rendah:
  • Data lain juga mengonfirmasi bahwa perbandingan ini signifikan:
    • Indonesia: ~27 % dari GDP
    • Malaysia: ~13 %
    • Singapore: ~8 %
    • AS: ~9,9 %
    • Jepang: ~10,6 %
    • Korea Selatan: ~16,3 % (Indonesia Investments).

Upaya Penurunan Biaya Logistik Indonesia

  • Bappenas memiliki target ambisius: menurunkan total biaya logistik (domestik + ekspor) hingga 9 % dari GDP pada 2045, dalam kerangka visi Golden Indonesia 2045 (ANTARA News, PwC).
  • Didukung pula oleh Kementerian Perhubungan melalui transformasi digital layanan logistik, optimasi jalur laut (sea toll), peningkatan konektivitas, dan akses antar daerah. Target bagi tahun 2045 adalah menurunkan biaya logistik hingga 8 % dari GDP (Kepolisian Negara Republik Indonesia, PwC).
  • Sebelumnya, pemerintah juga menargetkan penurunan ambisius dari ~26 % ke 17 % atau idealnya 15 % dari GDP pada 2024 (ANTARA News).
  • Upaya tersebut juga membuahkan hasil: dalam lima tahun biaya logistik turun sekitar 40 %, dari 23,8 % menjadi 14,29 % dari GDP pada 2023 (Pelindo Jakarta).

Mengapa Biaya Logistik Begitu Penting?

  • Biaya logistik Indonesia sangat tinggi karena ketergantungan pada transportasi darat, terutama dalam distribusi akhir—sekitar 50 % dari total biaya logistik (The Jakarta Post, PwC).
  • Sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau, kelemahan infrastruktur dan konektivitas antar daratan memperparah biaya tinggi ini (KPPIP).
  • Dengan memperkuat infrastruktur pelabuhan, digitalisasi sistem logistik, dan sistem integrasi antar lembaga (National Logistics Ecosystem), Indonesia bisa meningkatkan efisiensi, menciptakan iklim bisnis lebih kompetitif, sekaligus menekan harga barang dan jasa (ANTARA News).

 


Negara

Biaya Logistik (% GDP)

Indonesia

~23 % (domestik + ekspor)

Malaysia

~13 %

Singapura

~8 %

Indonesia telah berupaya keras menurunkan angka ini dan berhasil menurunkannya secara signifikan. Tetapi, untuk mencapai kompetisi global dan visi Golden Indonesia 2045, masih dibutuhkan investasi infrastruktur dan reformasi sistem yang konsisten dan luas.

Perlu diingat bahwa investasi saja tidak cukup. Keberhasilan juga bergantung pada reformasi birokrasi, efisiensi operasional, dan koordinasi antar kementerian (BC, Imigrasi, Kemenhub) untuk memastikan pelabuhan baru ini benar-benar efisien dan bebas dari pungli.

Visi Ke Depan. Revitalisasi pelabuhan di sepanjang Selat Malaka adalah langkah strategis dan nyata Indonesia dalam menentukan masa depannya sendiri. Proyek seperti Kuala Tanjung dan Batu Ampar adalah bukti keseriusan untuk berubah dari penonton menjadi pemain utama. Meskipun tantangan dari Malaysia dengan Kuala Linggi-nya sangat berat, persaingan ini justru sehat dan diperlukan.

Perlombaan ini bukan sekadar tentang membangun dermaga dan crane, tetapi tentang merebut kendali atas nasib ekonomi bangsa. Keberhasilan upaya ini akan menjadi fondasi kokoh bagi Indonesia untuk menekan biaya logistik, meningkatkan daya saing, dan pada akhirnya mewujudkan mimpi besar sebagai Poros Maritim Dunia yang disegani.

 

 

 

Tidak ada komentar: