Selasa, 28 Oktober 2025

Konplik Kamboja-Thailand di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-47 Malaysia

 


oleh  Harmen Batubara

Ringkasan Eksekutif

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-47 dan Pertemuan Terkait diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, dari 26 hingga 28 Oktober 2025.1 Di bawah tema kepemimpinan Malaysia, yaitu "Inklusivitas dan Keberlanjutan" dan "Forging a Resilient and Inclusive Future Together" 1, KTT ini menghasilkan sejumlah keputusan penting yang berfokus pada penguatan arsitektur kelembagaan, peningkatan kredibilitas keamanan regional, dan modernisasi kerangka ekonomi untuk menghadapi tantangan fragmentasi global.

Tulisan ini menguraikan hasil KTT ke-47 berdasarkan tingkat kepentingan strategis, dimulai dari capaian yang paling fundamental:

Penguatan Institusional dan Ekspansi Geografis: Penerimaan resmi Timor-Leste sebagai anggota ke-11 ASEAN, yang diumumkan pada hari pertama KTT, menandai tonggak sejarah dalam mewujudkan visi ASEAN 2045.3

Validasi Kapasitas Resolusi Konflik: Penandatanganan perjanjian damai formal antara Kamboja dan Thailand mengenai sengketa perbatasan yang telah lama ada, dicapai melalui mediasi langsung oleh Ketua ASEAN, Malaysia. Keberhasilan mediasi ini menegaskan peran ASEAN sebagai platform efektif untuk penyelesaian sengketa internal secara damai.5

Modernisasi Ekonomi Regional: Penandatanganan draf Protokol Kedua Amandemen Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA Upgrade), yang memprioritaskan praktik perdagangan berkelanjutan, digitalisasi, dan peningkatan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (MSMEs), sebagai kerangka perdagangan yang lebih tangguh dan kompetitif.2

 1. Konteks KTT dan Tema Kepemimpinan (Malaysia 2025)

Tema dan Tujuan Kepemimpinan Malaysia

KTT ke-47 dan Pertemuan Terkait diselenggarakan di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC) selama tiga hari, dari 26 hingga 28 Oktober 2025.1 Malaysia, sebagai Ketua ASEAN untuk tahun 2025, memimpin KTT ini dengan tema utama "Inklusivitas dan Keberlanjutan" 1, yang juga diekspresikan sebagai "Forging a Resilient and Inclusive Future Together".2 Tema ini secara strategis dirancang untuk menekankan komitmen blok tersebut untuk memperkuat dan mengintensifkan upaya dalam memastikan pembangunan yang merata, berkelanjutan, dan adaptif di seluruh kawasan.7

Kepemimpinan Malaysia secara eksplisit menggarisbawahi pentingnya ketahanan regional. Analisis menunjukkan bahwa penggunaan dua tema yang saling melengkapi—Inklusivitas/Keberlanjutan dan Ketahanan/Inklusif—menunjukkan fokus yang berkembang dalam agenda ASEAN, yakni tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kemampuan kawasan untuk menyerap guncangan eksternal, baik ekonomi, iklim, maupun geopolitik. Hal ini merupakan respons langsung terhadap tantangan fragmentasi global dan ketidakpastian yang ditekankan oleh negara-negara anggota seperti Indonesia.2

Partisipasi dan Kedudukan Geopolitik

KTT ini merupakan pertemuan terbesar bagi para pemimpin dunia di Asia Tenggara pada tahun tersebut, dihadiri oleh lebih dari 30 kepala negara dan pemerintahan.9 Selain para pemimpin ASEAN, pertemuan ini melibatkan Mitra Dialog utama, termasuk Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, Selandia Baru, dan Kanada.9

KTT ke-47 juga mencakup serangkaian pertemuan terkait yang sangat krusial, seperti KTT ASEAN Plus One, KTT ASEAN Plus Three (APT), dan KTT Asia Timur (EAS), yang berlangsung hingga 28 Oktober.1 Kehadiran pemimpin global, termasuk Presiden AS, menegaskan relevansi KTT ini sebagai forum utama untuk menavigasi tatanan global yang kompleks. KTT diakhiri pada 28 Oktober 2025 dengan upacara penutupan dan penyerahan Kepemimpinan ASEAN kepada Filipina, menandai penutup tahun penting bagi Malaysia dalam memajukan kerja sama regional.9

 


2. Keputusan Institusional dan Diplomatik Kunci (Prioritas Tertinggi)

Keputusan yang diambil dalam pilar Komunitas Politik-Keamanan (APSC) ini memiliki dampak transformatif terhadap struktur dan kredibilitas ASEAN di mata dunia.

Ekspansi Komunitas: Penerimaan Resmi Timor-Leste

Salah satu capaian institusional paling signifikan adalah diterimanya Timor-Leste secara resmi sebagai anggota ke-11 ASEAN. Timor-Leste menjadi anggota penuh pada 26 Oktober 2025, bertepatan dengan hari pertama KTT.3 Keputusan ini adalah puncak dari proses yang panjang, yang dikenal sebagai "Path into ASEAN," dan memperkuat klaim ASEAN sebagai komunitas regional yang inklusif.2

Meskipun ekspansi ke-11 anggota ini merupakan kemenangan simbolis yang kuat untuk persatuan regional, penerimaan ini membawa implikasi substantif. Timor-Leste, sebagai anggota termuda, akan menjadi fokus utama dari Inisiatif untuk Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN Integration - IAI) 10, yang ditujukan untuk mempersempit kesenjangan pembangunan antar negara anggota. Analisis kebijakan menunjukkan bahwa keanggotaan penuh Timor-Leste memerlukan komitmen finansial dan teknis yang substansial dari anggota yang lebih mapan untuk memastikan negara tersebut dapat memenuhi kewajiban Komunitas Ekonomi dan Politik-Keamanan tanpa membebani kapasitas kelembagaan ASEAN yang sudah ada.

Resolusi Konflik Regional: Perjanjian Damai Perbatasan Kamboja-Thailand

Kredibilitas ASEAN dalam menjaga stabilitas kawasan mendapat dorongan besar melalui penandatanganan perjanjian damai formal antara Kamboja dan Thailand. Perjanjian ini menyelesaikan sengketa perbatasan yang telah lama memicu ketegangan, termasuk bentrokan yang meningkat pada awal tahun 2025.5

Kesepakatan ini dicapai setelah kedua negara menyepakati gencatan senjata pada Juli, yang dimediasi secara langsung dan berhasil oleh Malaysia.5 Cakupan perjanjian meliputi demarkasi daratan yang jelas, pemulihan pilar perbatasan, dan pembentukan mekanisme untuk mencegah bentrokan di masa depan.5 Keberhasilan mediasi ini merupakan sinyal yang sangat kuat mengenai peran ASEAN sebagai platform efektif untuk penyelesaian perselisihan regional secara damai. Kehadiran pemimpin dunia, seperti Presiden AS Donald Trump, yang menyaksikan upacara tersebut, memberikan legitimasi internasional yang tinggi pada proses dan hasil mediasi ASEAN.5 Keberhasilan ini memperkuat pilar APSC dan mengimbangi persepsi bahwa ASEAN lambat dalam mengatasi tantangan keamanan internal.

Penanganan Krisis Myanmar: Aktivasi Mekanisme Troika

Mengenai krisis politik di Myanmar, Mekanisme Troika ASEAN dijadwalkan bertemu bertepatan dengan KTT (24 Oktober).4 Mekanisme ini, yang terdiri dari Ketua ASEAN saat ini, sebelumnya, dan yang akan datang, dibentuk pada tahun 2023 untuk menjamin kesinambungan dalam menangani krisis Myanmar, melampaui masa jabatan Ketua tahunan.4

Pertemuan tersebut berfokus pada upaya berkelanjutan untuk mencapai solusi damai, inklusif, dan berkelanjutan, dengan mendesak gencatan senjata segera dan akses kemanusiaan tanpa hambatan kepada komunitas yang terkena dampak.4 Malaysia, sebagai Ketua, melaporkan telah melibatkan pemangku kepentingan Myanmar sebanyak dua kali dan mencatat "kemajuan" kecil karena pihak-pihak yang sebelumnya menolak, kini telah memulai komunikasi langsung.4 Penggunaan Troika adalah pengakuan kelembagaan bahwa krisis Myanmar terlalu kompleks untuk diselesaikan oleh satu negara Ketua dalam satu tahun, menekankan perlunya arsitektur yang lebih permanen untuk mengelola krisis tersebut. Meskipun kemajuan lambat dan tidak ada keputusan eksplisit mengenai tinjauan implementasi Konsensus Lima Poin (5PC) yang dilaporkan dalam materi yang tersedia, mekanisme ini menunjukkan komitmen ASEAN terhadap diplomasi berkesinambungan.

Berikut adalah ringkasan dampak institusional dari keputusan kunci KTT ke-47:

Table I: Keputusan Kunci KTT ke-47: Dampak Institusional dan Keamanan

Keputusan Kunci

Konteks & Tujuan

Implikasi Strategis

Penerimaan Resmi Timor-Leste (Anggota ke-11)

Menyempurnakan keanggotaan dan visi ASEAN 2045.

Memperkuat klaim ASEAN sebagai komunitas yang inklusif; meningkatkan fokus pada IAI dan tantangan pembangunan.

Perjanjian Damai Thailand-Kamboja

Resolusi sengketa perbatasan yang dimediasi oleh Ketua ASEAN.

Kredibilitas APSC meningkat signifikan; membuktikan peran ASEAN dalam menstabilkan kawasan dari konflik internal yang berkepanjangan.

Penguatan Mekanisme Troika Myanmar

Memastikan kontinuitas upaya diplomatik melampaui kepresidenan tahunan.

Menunjukkan ASEAN mengakui perlunya arsitektur yang lebih permanen untuk mengelola krisis internal; fokus pada gencatan senjata dan akses kemanusiaan.


3 Transformasi Pilar Ekonomi: Modernisasi Perdagangan dan Ketahanan

Agenda ekonomi KTT ke-47 didominasi oleh inisiatif yang bertujuan untuk memodernisasi kerangka perdagangan dan membangun ketahanan kawasan terhadap guncangan ekonomi global, sejalan dengan tema kepemimpinan Malaysia.

Peningkatan Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA Upgrade)

Capaian ekonomi terpenting adalah kemajuan dalam revisi dan peningkatan Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA). Hal ini terefleksikan dalam penandatanganan draf Protokol Kedua Amandemen ATIGA oleh Indonesia, Brunei, Filipina, Singapura, dan Thailand pada 25 Oktober 2025.2 Peningkatan ini dipandang sebagai instrumen strategis untuk menciptakan sistem perdagangan yang modern, inklusif, dan berkelanjutan.2

Peningkatan ATIGA ini memperkenalkan perubahan esensial untuk mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang di tengah dinamika global yang berubah.2 Secara khusus, perjanjian ini dirancang untuk:

Mempromosikan praktik perdagangan ramah lingkungan (eco-friendly trade practices).

Memperkuat peran MSMEs dan membantu mereka memperluas jangkauan pasar di seluruh kawasan.2

Meningkatkan konektivitas rantai pasokan dan mengembangkan mekanisme alternatif untuk penyelesaian sengketa perdagangan.2

Fokus eksplisit pada praktik ramah lingkungan dan keberlanjutan menunjukkan bahwa ASEAN secara proaktif mengintegrasikan standar lingkungan global ke dalam kerangka perdagangannya, yang merupakan langkah strategis untuk mempertahankan daya saing di pasar global yang semakin didorong oleh faktor Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG). Meskipun perdagangan intra-ASEAN sudah mencapai US$823.1 miliar pada tahun 2024 (21,4% dari total perdagangan), peningkatan ATIGA ini diharapkan akan meningkatkan ketahanan ekonomi kawasan secara signifikan.2

Inisiatif Ekonomi Digital dan Infrastruktur

Dalam menghadapi gelombang transformasi digital global, KTT menggarisbawahi komitmen untuk mempercepat integrasi digital. Pernyataan Visi Bersama ASEAN-AS mengafirmasi dukungan untuk kemajuan ekonomi digital yang kuat melalui ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA).10 Kerja sama kemitraan ini secara spesifik berfokus pada teknologi kritis, termasuk mineral penting, Kecerdasan Buatan (AI), ekonomi digital, dan integrasi jaringan untuk energi baru.10 KTT juga membahas pengembangan ekosistem Kendaraan Listrik (EV) regional, sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Pemimpin ASEAN 2023.10

Selain itu, KTT membahas ancaman keamanan digital. Konferensi Keamanan Siber Maritim ASEAN diselenggarakan sebagai bagian dari KTT 6, dan kerja sama ASEAN-AS menekankan pentingnya memerangi kejahatan transnasional, termasuk penipuan daring dan kejahatan siber, yang merupakan ancaman langsung terhadap kepentingan komersial dan warga negara di era digital.10 Dengan memfokuskan kerja sama pada teknologi kritis dan DEFA, ASEAN memposisikan diri di jantung persaingan rantai pasok global, sekaligus memanfaatkan kemitraan strategis untuk mempercepat transisi digital dan energi.

Ketahanan Pangan dan Finansial Regional

Isu ketahanan ditekankan lebih lanjut dalam KTT ASEAN Plus Three (APT), yang melibatkan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan. Presiden Indonesia Prabowo Subianto secara khusus menyerukan kerja sama konkret untuk memperkuat ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) demi menjaga ketahanan pangan regional.2

Selain pangan, fokus juga diberikan pada stabilitas finansial. Para pemimpin mendesak penguatan Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) dan implementasi Rencana Kerja Sama APT (2023–2027). Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan finansial regional serta menyediakan jaring pengaman keuangan di tengah ketidakpastian global.2

Ringkasan peningkatan arsitektur ekonomi ASEAN disajikan dalam tabel berikut:

Table II: Peningkatan Arsitektur Ekonomi ASEAN (AEC)

Inisiatif Kunci

Fokus Utama (KTT ke-47)

Manfaat Kunci yang Diantisipasi

Protokol Amandemen Kedua ATIGA

Perdagangan berkelanjutan (eco-friendly), MSMEs, rantai pasokan tangguh.

Modernisasi kerangka perdagangan, memenuhi standar global ESG, memperluas jangkauan MSMEs.

Dukungan Implementasi DEFA

Integrasi ekonomi digital, teknologi kritis, keamanan siber.

Mempercepat transformasi digital, menarik investasi di sektor AI dan mineral kritis.

Penguatan APTERR (APT)

Ketahanan pangan regional dan respons darurat pasokan.

Menjamin stabilitas pasokan dan harga komoditas kunci (beras) di tengah gangguan geopolitik dan iklim.


Tantangan Keamanan Regional dan Diplomasi Kompleks

Isu-isu keamanan yang mengancam stabilitas kawasan dan upaya ASEAN untuk menjaga sentralitasnya menjadi perhatian utama dalam diskusi tingkat tinggi.

Keamanan Maritim dan Peringatan Kedaulatan

Para pemimpin ASEAN secara kolektif menekankan pentingnya menegakkan prinsip-prinsip hukum maritim internasional, terutama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.2 Penekanan pada UNCLOS 1982 ini merupakan upaya untuk memastikan bahwa kawasan tersebut diatur oleh norma hukum internasional, bukan berdasarkan kekuatan militer.

Indonesia secara khusus mendesak blok tersebut untuk mempertahankan sikap yang konsisten dalam penegakan UNCLOS dan bekerja menuju penyelesaian Kode Etik (Code of Conduct - COC) Laut Tiongkok Selatan yang efektif dan substantif pada tahun berikutnya.2 Komitmen terhadap kebebasan navigasi dan resolusi damai sengketa, sesuai dengan UNCLOS 1982, juga diperkuat melalui Pernyataan Visi Bersama ASEAN-AS.10 Hal ini menunjukkan bahwa ASEAN berupaya memastikan semua kekuatan besar beroperasi di kawasan berdasarkan aturan yang disepakati bersama.

Menjaga Sentralitas ASEAN di Tengah Persaingan Kekuatan Besar

Di tengah meningkatnya ketegangan dan tatanan global yang semakin terfragmentasi, para pemimpin ASEAN menegaskan kembali bahwa persatuan dan sentralitas ASEAN adalah landasan utama untuk menjaga stabilitas dan independensi regional.2 Sentralitas ini dipertahankan melalui forum seperti KTT Asia Timur (EAS) dan APT.2

Diplomasi KTT ke-47 menunjukkan strategi hedging yang canggih. ASEAN berhasil memperkuat hubungan di sektor strategis (digitalisasi, keamanan siber, mineral kritis) dengan Amerika Serikat melalui Kemitraan Strategis Komprehensif (CSP) 10, sementara pada saat yang sama memperkuat mekanisme APT (yang mencakup Tiongkok) untuk ketahanan ekonomi dan pangan.2 Pendekatan ini memastikan bahwa semua kekuatan besar memiliki saham dalam stabilitas dan ketahanan regional, sehingga ASEAN tidak dipaksa untuk memilih pihak, melainkan mampu mengarahkan kerja sama demi kepentingan bersama.

 


5. Hubungan Kemitraan Strategis (Related Summits Outcomes)

KTT ke-47 mencakup berbagai pertemuan dengan Mitra Dialog yang memperluas dimensi strategis, ekonomi, dan keamanan kawasan.

Kemitraan Strategis Komprehensif ASEAN-AS

Hasil penting dari KTT ASEAN-AS adalah adopsi ASEAN-US Leaders' Joint Vision Statement yang bertujuan untuk mempromosikan ASEAN yang "Stronger, Safer, and More Prosperous".10

Dalam pilar "Safer," kerja sama keamanan siber, memerangi kejahatan transnasional (termasuk penipuan daring), keamanan maritim, dan bantuan kemanusiaan (seperti penghapusan ranjau darat) mendapat prioritas tinggi.10 Penggabungan ancaman digital (penipuan daring dan kejahatan siber) dalam fokus keamanan ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa ancaman keamanan modern telah bergeser dari konflik tradisional ke domain digital dan ekonomi.

Pada pilar "More Prosperous," kemitraan ini didorong melalui Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA), investasi dua arah, fokus pada rantai pasokan yang diperkuat (khususnya mineral kritis), dan dukungan penuh untuk Digital Economy Framework Agreement (DEFA).10

KTT ASEAN Plus Three (APT) dan East Asia Summit (EAS)

KTT APT: Selain seruan untuk memperkuat APTERR, KTT APT berfokus pada implementasi Rencana Kerja Sama APT 2023–2027 dan penguatan Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM). Para pemimpin juga mendukung ratifikasi Pernyataan Pemimpin APT tentang Penguatan Kerja Sama Ekonomi dan Finansial Regional, yang bertujuan untuk mempertahankan ketahanan ekonomi kawasan.2

KTT EAS: Para pemimpin menggarisbawahi pentingnya memperkuat solidaritas dan kerja sama melalui pengingat pada EAS Bali Principles dan momentum peringatan 50 tahun Treaty of Amity and Cooperation (TAC).2 Forum-forum ini berfungsi untuk menanamkan norma-norma ASEAN (seperti saling menghormati dan resolusi damai) ke dalam arsitektur regional yang lebih luas yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar.

 

6. Kesimpulan dan Prospek ke Depan

Rekapitulasi Capaian Utama KTT ke-47

KTT ASEAN ke-47 di Kuala Lumpur berhasil memproyeksikan citra blok yang berorientasi pada tindakan konkret (action-oriented) dan kelembagaan yang semakin matang. KTT ini berhasil menggeser fokus dari kebuntuan politik tertentu menuju keberhasilan nyata dalam mediasi dan modernisasi ekonomi.

Empat capaian paling signifikan yang dicapai adalah:

Ekspansi Historis: Keanggotaan resmi Timor-Leste.3

Validasi Sentralitas APSC: Mediasi sukses dalam konflik perbatasan Kamboja-Thailand.5

Modernisasi AEC: Peningkatan ATIGA yang berfokus pada keberlanjutan dan inklusivitas digital.2

Kemitraan Geopolitik Terarah: Adopsi Visi Bersama ASEAN-AS yang sangat spesifik dalam teknologi kritis dan perlindungan keamanan digital.10

Tantangan Kunci yang Menghadang Kepemimpinan Berikutnya (Filipina 2026)

Meskipun KTT ke-47 menunjukkan kemajuan substansial, Filipina, sebagai Ketua ASEAN berikutnya pada tahun 2026, akan mewarisi sejumlah tantangan diplomatik dan kelembagaan yang memerlukan perhatian mendesak:

Implementasi 5PC Myanmar: Meskipun Mekanisme Troika telah ditetapkan untuk menjamin kesinambungan, Filipina harus mengupayakan hasil yang lebih substantif dari 5PC, khususnya terkait akses kemanusiaan dan konsolidasi gencatan senjata.

·         Finalisasi Kerangka Kunci: Keberhasilan ekonomi ASEAN di masa depan sangat bergantung pada finalisasi Digital Economy Framework Agreement (DEFA) dan penyelesaian Kode Etik Laut Tiongkok Selatan (COC) yang efektif dan substantif, sebagaimana didesak oleh Indonesia.2

·         Integrasi Timor-Leste: Memastikan integrasi penuh Timor-Leste melalui Inisiatif IAI adalah penting untuk menjaga kredibilitas inklusivitas ASEAN.

Secara keseluruhan, KTT ke-47 menunjukkan narasi ganda dalam tubuh ASEAN: kapasitas yang meningkat dalam menyelesaikan perselisihan antarnegara anggota (Kamboja-Thailand) sekaligus kesulitan yang masih berlangsung dalam mengatasi krisis politik internal yang mendalam (Myanmar). Tantangan strategis bagi penyelesaian masalah ini adalah bagaimana mengintegrasikan kedua narasi ini untuk menunjukkan kapasitas ASEAN dalam menghadapi segala spektrum tantangan keamanan, dan memastikan bahwa Mekanisme Troika dapat menghasilkan kemajuan diplomatik yang nyata di Myanmar, bukan hanya menjamin kelangsungan dialog.

 


Jumat, 10 Oktober 2025

Pertamina Jangan Hanya Mentalitas "Bagi-bagi Subsidi"

 


Oleh  Harmen Batubara

“ Ironi Negeri Yang Kaya Energi”  Purbaya Bilang : Pertamina Malas bangun Kilang. Padahal butuh 400 ribu barrel perhari.

Kita adalah negeri yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah. Namun, ada ironi pahit yang terus menghantui kita di sektor energi. Setiap tahun, kita menyaksikan sebuah ritual anggaran yang memprihatinkan: “pemerintah mengalokasikan subsidi BBM dan Gas yang jumlahnya fantastis, mencapai Rp 107,99 triliun pada 2025.”

Di sisi lain, kita memiliki Pertamina, perusahaan pelat merah yang seharusnya menjadi tumpuan energi bangsa. Pertamina mencatat laba bersih Rp 49,54 triliun dan memberikan kontribusi Rp 401,7 triliun kepada negara. Angka ini terlihat megah di atas kertas. Namun, mari kita bedah dengan kritis.

Fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa “konsumsi BBM kita mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara kemampuan kilang Pertamina hanya 1,2 juta barel.” Artinya, kita impor sekitar 400 ribu barel BBM olahan setiap harinya. Lebih miris lagi, tanpa program penambahan kilang baru yang serius. Ini adalah bom waktu yang setiap detiknya menggerus kedaulatan energi kita.

Muncul pertanyaan mendasar: “Dari manakah sebenarnya laba Pertamina bersumber?” Apakah dari keunggulan operasional di hilir, eksplorasi dan produksi di hulu yang agresif, atau inovasi teknologi? Atau, jangan-jangan, keuntungan terbesar mereka justru datang dari mengelola arus subsidi yang disediakan negara? Jika yang terakhir yang terjadi, maka ini adalah sebuah bentuk "komersialisasi subsidi" yang tidak sehat. Pertamina untung, rakyat terbebani anggaran subsidi yang membengkak, dan kedaulatan energi kita mandek.

“Titik Balik Menuju Perusahaan Energi Kelas Dunia”

Lalu, bagaimana seharusnya wajah sebuah perusahaan energi nasional? Ia harus bertransformasi dari sekadar "pelaksana program" menjadi "penggerak kedaulatan energi". Berikut pilar-pilarnya:

1. Kemandirian di Hulu: Berburu Cadangan Baru dengan Gigih”

Perusahaan energi yang sehat harus agresif dan inovatif dalam eksplorasi. Ini membutuhkan mentalitas _risk-taker_ yang didukung oleh teknologi mutakhir dan tata kelola yang bersih. Alih-alih puas dengan ladang minyak tua, mereka harus memimpin dalam pencarian cadangan baru, baik di darat maupun laut, termasuk memanfaatkan potensi energi non-konvensional. Laba yang didapat harus di-reinvestasikan secara signifikan untuk kegiatan eksplorasi berisiko tinggi, bukan hanya untuk membiayai operasional yang ada.

2. Investasi Strategis di Hilir: Membangun Kilang sebagai Jantung Industri”

Ketergantungan pada impor BBM olahan adalah aib bagi negara kepulauan dengan potensi minyak mentah. Perusahaan energi nasional harus memprioritaskan pembangunan dan _revitalisasi kilang_. Ini bukan pilihan, tapi keharusan. Dengan meningkatkan kapasitas pengolahan, kita tidak hanya menghemat devisa, tetapi juga menciptakan rantai nilai industri yang panjang, membuka lapangan kerja, dan menekan harga keekonomian BBM.

“3. Diversifikasi dan Transisi Energi: Melompat ke Masa Depan”

Dunia bergerak menuju energi bersih. Perusahaan energi nasional tidak boleh hanya fokus pada BBM fosil. Mereka harus menjadi pionir dalam pengembangan energi terbarukan, gas bumi sebagai energi transisi, biofuel, dan bahkan hidrogen. Kontribusi terbaiknya bukan hanya uang untuk negara hari ini, tetapi memastikan bangsa ini tidak tertinggal dalam revolusi energi global.

“4. Tata Kelola yang Transparan dan Akuntabel”

Mentalitas "yang penting untung" tanpa efisiensi yang riil harus dihapuskan. Setiap Rupiah yang dihasilkan perusahaan, apalagi yang berkaitan dengan uang rakyat (subsidi), harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Tata kelola yang bersih akan menarik investor, memulihkan kepercayaan publik, dan memastikan bahwa laba yang diraih adalah laba yang sehat dan etis, bukan dari "main aman" mengelola subsidi.

“5. Orientasi pada Layanan Publik, Bukan Hanya Pencatatan Laba”

Sebagai BUMN, misi sosial Pertamina tidak boleh hilang. Namun, misi sosial itu harus diwujudkan dengan cerdas. Bukan dengan menjadi distributor subsidi pasif, tetapi dengan membangun infrastruktur energi yang terjangkau dan merata, mendidik masyarakat tentang efisiensi energi, dan memastikan distribusi yang lancar hingga ke daerah terpencil.



“Panggilan untuk Aksi dan Perubahan Regulasi”

Kekecewaan kita terhadap Pertamina hari ini bukanlah akhir. Ini adalah panggilan bagi kita semua, terutama para pembuat kebijakan, untuk mendorong transformasi fundamental.

Kita membutuhkan “regulasi yang mendorong efisiensi, inovasi, dan investasi strategis”, bukan regulasi yang memelihara status quo. Kita perlu memastikan bahwa kontribusi Rp 401,7 triliun itu adalah hasil dari kerja keras membangun kedaulatan energi, bukan semata-mata hasil dari mengelola uang subsidi rakyat.

Mari kita bayangkan sebuah Pertamina yang baru: “tangguh di hulu, mandiri di hilir, berwawasan lingkungan, dan dikelola dengan tata kelola bersih.” Perusahaan seperti inilah yang kontribusinya tidak hanya dihitung dari triliunan Rupiah untuk APBN, tetapi dari terjaminnya masa depan energi anak cucu kita.

Inilah saatnya perusahaan energi nasional kita berkembang dengan sehat, bukan sekadar tumbuh dengan mengandalkan kruk subsidi. Mari kita wujudkan bersama. Pertamina mestinya malu, jangan hanya mencari keuntungan dengan menerapkan berbagai kebijkan terkait Subsidi. Yang sudah ya sudahlah. Kini harus berbuat terbaik untuk negeri. Apalagi mengkorupsi dan mengkadali negeri.