Tapal Batas

Rp124,500.00

Buku ini Secara sederhana memberikan gambaran secara spesifik tentang penetapan dan penegasan perbatasan darat antara Indonesia dengan negara tetangga. Bagi mereka yang belum akrab dengan wilayah perbatasan tetapi ingin berinvestasi di wilayah ini, cocok buat mereka. Buku ini juga bermanfaat bagi mereka yang karena tugas dan jabatannya terkait perbatasan, tetapi masih awam dengan wilayah tersebut. Pembangunan wilayah perbatasan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional hakekatnya mempunyai nilai strategis karena mempunyai dampak penting  bagi kedaulatan Negara dan merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi.

  • Tapal Batas Profil Wilayah Perbatasan Indonesia
  • 14×21 cmJumlah hal : 384 halaman
  • ISBN-978-602-336-225-7
  • Cetakan Ke-5

Dengan jalan parallel Perbatasan, kini wilayah perbatasan boleh dikatakan sudah terbuka, dan berbagai infrastruktur telah dibangun termasuk Pelabuhan Int Kijing di Kalbar. Suatu pintu ekspor impor yang terkoneksi dengan perbatasan. Demikian juga dengan berbagai PLBN diperbatasan telah jadi pintu kegiatan ekonomi yang menarik. Suatu kesempatan berinvestasi di wilayah perbatasan terbuka lebar. Terlebih lagi dengan Jaringan Tol Laut yang telah terkoneksi dengan semua wilayah perbatasan.

Tapal Batas
Tapal Batas

Sebagai negara Kepulauan Indonesia wajib memberikan jaminan bahwa wilayahnya sebagai wilayah yang aman untuk dilewati oleh masyarakat internasional; baik itu untuk maksud damai maupun untuk maksud perang dengan segala persyaratan dan konsekwensinya. Jalur strategis sebagai pendukung kepentingan perdagangan, pergerakan sumber daya energi dan makanan (SEA LANES OF TRADE/ SLOT) serta merupakan jalur supra strategis militer (SEALANES OF COMMUNI CATIONS/SLOC).

Secara geografis  Indonesia merupakan Negara terbesar ke lima di dunia yang menghubungkan dua benua (Asia-Australia) dan dua samudra  ( Hindia dan Pasifik)  merupakan jantung perdagangan di belahan dunia timur.  Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara  sahabat yaitu  India, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Kepu lauan Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste dan di Darat berbatasan dengan 3 (tiga) Negara yaitu ; Malaysia, Papua Nugini dan RDTL. Selain itu terdapat 92 (sembilan puluh dua) buah pulau kecil terluar yang merupakan halaman Negara dan dua belas diantaranya membutuhkan perhatian khusus.

Wilayah perbatasan merupakan wilayah terdepan dari kedaulatan negara dan mempunyai peranan penting dalam memelihara  kebersaman, pemanfaatan sumberdaya alam, kepastian hukum bagi penyelenggaraan aktivitas dan kegiatan masyarakat serta untuk menjaga keamanan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan wilayah perbatasan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional hakekatnya mempunyai nilai strategis karena mempunyai dampak penting  bagi kedaulatan Negara dan merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi.

Penangan Wilayah Perbatasan

Wilayah perbatasan sesuai UU merupakan kewenangan Pusat. Namun demikian pada era otonomi daerah keinginan kita adalah agar Pemda segera dapat mengambil posisi. Hal yang terkait penegasan batas, baik itu antar negara maupun antar provinsi/Kabupaten/Kota sudah saatnya berubah. Jangan lagi semuanya menunggu untuk dikerjakan oleh pemerintah pusat. Salah satu yang sangat memprihatinkan adalah karena selama ini semuanya dikerjakan dari pusat, baik itu tenaga ahli, para pelaksana maupun peralatannya semua masih dari pusat, maka tentu saja biaya opresionalnya sangat besar. Sampai-sampai provinsi yang daerahnya menjadi batas antar negara itupun, sesungguhnya tidak tahu banyak dengan apa yang dilakukan oleh Tim penegasan batas antar negara yang ada diperbatasan daerahnya.

Misalnya dalam penegasan batas RI-Malaysia di Kalimantan, telah dimulai dari tahun 1975, sampai pengukuran batas sepanjang 2004 km selesai, pihak provinsi hanya sekedar diberitahu saja. Bahkan sering tidak ikut sama sekali. Mereka sama sekali tidak dilibatkan di lapangan dan bisa jadi bahkan belumpernah melihat peta atau daftar koordinat perbatasannya. Meski hal yang sama belum tentu terjadi dengan Papua, NTT khususnya karena Pemdanya memang pro active dan peduli sejak dari awal.

Kedepan agaknya kebijakan seperti itu perlu disesuaikan dengan dinamika otonomi daerah; artinya daerah harus menjadi tuan rumahnya, keterlibatan pusat semestinya hanya bersifat supervisi serta memastikan segalanya berjalan sesuai dengan UU sebagaimana mestinya. Perubahan seperti ini tentu tidak bisa drastis dan sekaligus tetapi harus disesuaikan dengan dinamika lapangan; tetapi poros penanganannya sudah harus diubah sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh undang-undang. Jadi untuk perbatasan antar negara maka Kemdagri (adminsitrasi), Kemhan dengan Surta Angkatan, BIG, (Teknis Pengukuran) dan Kemlu(Perjanjian bilateral) tetap sebagai supervisi tetapi pelaksana di lapangan sudah bisa ditangani oleh pemda setempat mulai dari jajaran BNPP daerah, BPN, Topgrafi Kodam.dll. Untuk perbatasan antar daerah juga relative sama; artinya “leading”nya tetap di Kemdagri, BNPP, Kemhan dengan Surta Angkatan, BIG sebagai supervisi sementara BPN dan Topografi Kodam perbatasan sebagai pelaksana. Hanya saja yang terlihat saat ini meskipun UU No.32 Tahun 2004 telah direvisi, dan teknis penegasan batas antar daerah telah diubah secara drastis tetapi di lapangan perubahan belum terlihat secara nyata.

Masalah lain yang selama ini sering menjadi kendala adalah pendanaannya yang belum jelas; selama ini biaya penegasan perbatasan ini dikoordinasikan oleh masing-masing pihak dengan Bappenas, tetapi dalam banyak hal justeru Kementerian/Lembaga (K/L) terkait hanya konsern dengan Tupokksinya masing-masing; sementara para pihak yang jadi pelaksana teknis perbatasan itu justeru tidak punya “jalur” untuk mendapatkan pembagian dana. Ahirnya yang terjadi adalah Tim Pelaksana penegasan perbatasan ini tidak punya penganggaran dan mereka hanya tergantung para “kebijakan” K/L pemilik dana. Hasilnya bisa diduga, program penegasan batasnya jadi hanya sebatas kebaikan K/L yang punya dana. Boleh dikatakan hal itulah selama ini yang terjadi dan membuat penegasan batas negara kita sering tidak siap, baik dalam mempersiapkan bahan, maupun saat berunding dengan negara tetangga.

Idenya adalah bagaimana mewujutkan wilayah perbatasan menjadi kebanggaan bangsa. Secara teori adalah lewat upaya yang sungguh-sungguh untuk mewujutkan Kota/Kabupaten, kecamatan dan desa-desa di perbatasan menjadi kota, kabupaten, kecamatan dan desa yang unggul, yang mampu meningkatkan kesejahteraan warganya, minimal sama atau lebih dari negara tetangga dan sekaligus mampu melestarikan lingkungannya. Tetapi harus diakui, untuk membangun wilayah perbatasan ada tiga bidang utama yang harus dituntaskan secara terintegrasi, yakni peningkatan keamanan, ekonomi dan perbaikan serta peningkatan kehidupan sosial masyarakat di perbatasan. Selama ini semua mekanisme penyelesaian masalah perbatasan berjalan linier. Tidak ada simpul yang mengintegrasikan kebijakan dan implementasi kebijakan di lapangan. Karena itu masalah perbatasan harus mengakselarasi kebijakan perbatasan secara terintegrasi.

Disadari wilayah perbatasan di satu sisi merupakan wilayah terpencil, terbatas dalam sarana dan prasarana, tetapi disisi lain merupakan wilayah yang mudah untuk akses pasar ke negara tetangga. Hal ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk membangun wilayah perbatasan menjadi halaman depan bangsa. Karena itu semua pihak, dimotori oleh Pemda setempat, harus dipersiapkan dan diharmoniskan dalam suatu RUTR Pemda (Kota, Kabupaten dan Provinsi) yang berpihak pada pembangunan wilayah perbatasan yang sudah sinkron dengan kepentingan pemerintah pusat dan regional, menjadi suatu produk hukum yang mengikat. RUTR inilah yang jadi “cetak biru” dan sekaligus jadi acuan utama dalam pembangunan wilayah perbatasan.

Yang diharapkan adalah agar K/L terkait mau berkolaborasi dan mendesain serta menyelesaikan RUTR yang padu, terintegrasi. Diatas kertas mengharapkan jajaran tiga menko (Perekonomian, Polhukam dan Kesejahtaraan), untuk menuntaskan penyusunan suatu Cetak Biru pembangunan wilayah perbatasan. Memang sudah ada Grand Design BNPP dalam menentukan daerah prioritas pembangunan perbatasan tetapi terkesan hanya terbatas sisi pembangunan kampung, dan kecamatan; tetapi bagaimana dengan infrastruktur yang dikembangkan, seperti apa pembangunan infrastruktur yang ramah dengan lingkungan, yang sinergis dengan pertahanan dan seperti apa pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di perbatasan masih belum disinggung. Daerah prioritas hanya memberi isyarat kalau mau membangun perbatasan ya prioritaskanlah daerah ini dan daerah itu. Kesannya grand design BNPP itu baru setakat itu.

Buku ini Secara sederhana bermaksud untuk memberikan gambaran secara spesifik tentang perbatasan darat antara Indonesia dengan negara tetangga. Mulai dari pulau Kalimantan, Papua dan pulau Timor. Diharapkan dengan memberikan gambaran yang jelas dan utuh tentang perbatasan darat mulai dari bagaimana batas itu di tetapkan, lalu seperti apa batas itu ditegaskan kembali dan bagaimana cara memeliharanya. Buku ini menjelaskan apa itu garis batas, tugu batas, pos-pos pengamanan batas dan  asesoris batas lainnya seperti Gapura, papan nama dan beacon atau sosok, jalan inspeksi perbatasan sebagai data dasar  dalam mengenal Tapal Batas negara kepulauan yang indah ini. Sehingga menjadi bahan masukan bagi para pihak untuk bisa lebih mengoptimalkan pemeliharaan, pengembangan serta kerja sama daerah maupun daerah antar negara, serta pengamanan perbatasan bagi  kepentingan nasional Indonesia.

Bagi mereka yang belum akrab dengan wilayah perbatasan tetapi ingin berinvestasi di wilayah ini, maka diharapkan buku ini dapat dijadikan sebagai pembuka jalan dalam memberikan informasi dasar yang bisa menambah wawasan mereka terkait perbatasan. Dalam buku ini meski secara sederhana juga dipaparkan kondisi riel wilayah perbatasan yang meliputi seluruh wilayah Kabupaten di sepanjang perbatasan. Sehingga mereka bisa atau dapat melihat potensi wilayah perbatasan cocoknya dikembangkan sebagai apa? Baik dari dalam maupun dengan negara tetangga.

Realitas kawasan perbatasan yang pada umumnya rentan dan minim infrastruktur, dengan sendirinya menyebabkan dimensi pertahanan kurang terperhatikan sebagaimana mestinya,  dan ini langsung menggairahkan bisnis-bisnis ilegal, terkait dengan kejahatan transnasional, illegal logging, perdagangan manusia dan perempuan, buruh migran tak berdokumen dan para perompak laut. Tenaga illegal ini justeru sering dimanfaatkan oleh perkebunan swasta dan BUMNnyanegara tetangga. Kawasan perairan laut Sulawesi yang jadi penghubung wilayah Indonesia, Malaysia dan Filipina, dalam faktanya adalah pasar gelap senjata, dan sebagai jalur pemasok munisi untuk konflik Moro di Filipina, demikian juga di Ambon, Poso masa lalu. Khawatir kawasan ini nantinya akan dipakai sebagai bagis strategis bagi pengembangan  pemberontak  Aceh – Yala (Thailand selatan) – Moro(Filipina) – Poso dan Ambon maka sangatlah tepat kalau perbatasan dijadikan sebagai halaman depan bangsa.

Reviews

There are no reviews yet.

Only logged in customers who have purchased this product may leave a review.