Hilirisasi Perikanan, Menghadirkan Kesejahteraan Desa Pesisir

Hilirisasi Perikanan, Menghadirkan Kesejahteraan Desa Pesisir

Oleh harmen Batubara

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut 2/3 dari seluruh wilayahnya. Dengan Dekalarasi Djuanda 1957 sebagai  konsep Wawasan Nusantara memberikan kita anugerah yang luar biasa baik itu laut, darat maupun udara. Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km persegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2. Selain itu, terdapat 17.504 pulau di Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km.

Australia & Hak Nelayan Tradisional Pulau Pasir
Australia & Hak Nelayan Tradisional Pulau Pasir

Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, dengan potensi produksi hingga 65 juta ton ikan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Zona Ekonomi Eksklusif Besar (ZEE). Indonesia memiliki ZEE terbesar di dunia, seluas lebih dari 5,8 juta kilometer persegi. Ini mencakup beragam habitat laut, mulai dari terumbu karang hingga hutan bakau, yang mendukung beragam spesies ikan.Garis pantai yang panjang. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, berukuran lebih dari 95.181 kilometer. Ini menyediakan area yang luas untuk memancing, baik dari darat maupun dari laut.

Produktivitas tinggi. Perairan laut Indonesia sangat produktif karena suhu yang hangat dan nutrisi yang melimpah. Artinya ikan dapat tumbuh dengan cepat dan mencapai ukuran yang besar. Sektor perikanan telah menjadi kontributor utama perekonomian Indonesia, menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang dan menghasilkan pendapatan ekspor miliaran dolar. Namun, masih terdapat potensi pertumbuhan yang signifikan, karena sektor tersebut saat ini hanya beroperasi sekitar 60% dari kapasitasnya.

Dengan pengelolaan yang baik, sektor perikanan Indonesia dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan khususnya di wilayah-wilayah pesisir. Selain itu juga dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat Indonesia.

Berikut tantangan Untuk mewujudkan potensi perikanannya:

Penangkapan ikan berlebihan. Penangkapan ikan yang berlebihan merupakan masalah utama di Indonesia, dan diperkirakan hingga 75% stok ikan telah dieksploitasi penuh atau dieksploitasi secara berlebihan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penggunaan praktik penangkapan ikan yang merusak, seperti bottom trawling, dan tingginya permintaan produk ikan baik di dalam negeri maupun internasional.

Penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU). IUU Fishing juga merupakan masalah besar di Indonesia, dan diperkirakan hingga 20% ikan yang ditangkap di perairan Indonesia ditangkap secara ilegal. Hal ini disebabkan kurangnya penegakan peraturan penangkapan ikan, dan fakta bahwa banyak kapal penangkap ikan IUU mengibarkan bendera Indonesia, sehingga sulit untuk dilacak. Meskipun Indonesia pernah menerapkan “penenggelaman Kapal-kapal Ikan Ilegal” tetapi kini sudah jauh berubah dan melemah.

Perubahan iklim. Perubahan iklim juga menjadi ancaman bagi potensi perikanan Indonesia, karena menyebabkan perubahan suhu dan tingkat keasaman laut. Perubahan ini sudah berdampak pada populasi ikan, dan diperkirakan akan menjadi lebih parah di masa depan. Terlepas dari tantangan tersebut, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemain utama di pasar makanan laut global. Dengan pengelolaan yang baik, sektor perikanan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan negara.

Potensi Hilirisasi sumber daya ikan di Indonesia

Mari kita lihat beberapa penyebab mengapa potensi hilirisasi sumber daya ikan di Indonesia belum bisa berjalan dengan baik:

Kurangnya investasi. Pengolahan hilir produk ikan membutuhkan investasi yang signifikan dalam infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia. Namun, ada kekurangan investasi di sektor ini di Indonesia, karena sejumlah faktor, antara lain tingginya biaya berbisnis, kurangnya akses ke kredit, dan rendahnya margin keuntungan.

Rantai pasokan yang tidak efisien. Rantai pasok produk ikan di Indonesia seringkali tidak efisien, karena kurangnya koordinasi antara produsen, pengolah, dan pengecer. Hal ini menyebabkan biaya transportasi yang tinggi, pembusukan, dan hilangnya kesempatan untuk menambah nilai.

Rendahnya permintaan produk olahan ikan. Permintaan produk olahan ikan di Indonesia relatif rendah, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain mahalnya harga produk tersebut, kurangnya kesadaran akan manfaat ikan olahan, dan preferensi terhadap ikan segar.

Peraturan Pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah juga menjadi penghambat pengembangan hilirisasi produk ikan. Misalnya, tarif impor yang tinggi untuk mesin pengolah ikan mempersulit pelaku usaha untuk berinvestasi di sektor ini.

Ini hanyalah beberapa penyebab mengapa potensi hilirisasi sumber daya ikan di Indonesia belum bisa berjalan. Namun, ada sejumlah inisiatif yang sedang dilakukan untuk mengatasi tantangan ini, dan ada harapan bahwa pengolahan hilir produk ikan akan menjadi lebih layak di masa mendatang.

Berikut beberapa contoh spesifik inisiatif yang dilakukan untuk mengatasi tantangan hilirisasi sumber daya ikan di Indonesia: Pemerintah memberikan insentif untuk investasi di hilir pengolahan produk ikan, seperti keringanan pajak dan subsidi. Pemerintah juga bekerja untuk meningkatkan efisiensi rantai pasokan produk ikan, dengan memberikan pelatihan kepada produsen dan pengolah, dan dengan mengembangkan saluran pemasaran baru. Pemerintah juga meningkatkan kesadaran akan manfaat produk olahan ikan, melalui kampanye edukasi masyarakat. Inisiatif-inisiatif tersebut masih dalam tahap awal, namun memiliki potensi untuk membuat perbedaan yang signifikan dalam pengembangan pengolahan hilir sumber daya ikan di Indonesia.

Baca Juga : Strategi Jokowi Membangun Desa Pinggiran Desa Perbatasan

Sebelum anda meneruskan membaca betapa hebatnya potensi ekonomi yang terdapat di wilayah pesisir. Saya mintak perhatian Anda untuk membaca ide dari pengelolaan wilayah pesisir ini. Pengelolaan Wilayah Pesisir yang demikian kaya dengan berbagai potensi, mengingatkan kita perlunya pemahaman yang menarik terkait pengembangan potensi bisnis dengan pola SHARING PLATFORM, pola bisnis yang bisa menjangkau para peminatnya dengan cara yang menjanjikan. Masih ingat Facebook? Facebook kini sudah menjadi perusahaan media besar TANPA memproduksi konten apapun. Go-Jek dan UBER adalah perusahaan transportasi besar TANPA memiliki kendaraan. AIRBNB adalah perusahaan hospitality TANPA memiliki satu pun kamar hotel atau villa. Banyak yang menyebut fenomena ini sebagai sharing economy. Hal ini dimungkinkan oleh berbagai perusahaan tersebut rela bergabung karena memiliki business model berbasis platform. Apa yang dimaksud dengan platform? Sebaiknya kita sederhanakan saja. Secara sekilas, kita bisa melihat bahwa mereka tidak memiliki aset yang merupakan kunci dari operasi yang dijalankan. Mereka bisa bertahan dan berkembang pesat karena mereka menciptakan suatu wadah yang dapat menghubungkan calon pengguna dan pemilik aset dalam bahasa yang sama, yakni ingin bersama-sama menghasilkan uang. Wadah inilah yang disebut sebagai suatu platform.

Membawa Kesejahteraan Ke Desa Pesisir

Tren seperti inilah yang kita harapkan bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Pusat, Pemda, BUMN, BumDes dan Swasta dalam mengelola wilayah pesisir di Indonesia. Mempertemukan para pengelola dengan Pemda sang pemilik asset untuk menghadirkan berbagai produk serta layanan andalan yang berada di wilayah pesisir yang kesemuanya itu bisa jadi lahan lapangan kerja bagi warga. Pemda bisa mengubah perkembangan dunia bisnis, perdagangan, ekonomi, dan pada akhirnya akan membawa kesejahteraan di tengah tengah kehidupan kita. Mari teruskan membaca potensi wilayah pesisir.

Sebagai negara maritim[1] dan kepulauan ter unik di dunia, Indonesia memiliki baragam potensi SDA kelautan yang besar. Kekayaan SDA kelautan dapat didayagunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa melalui sedikitnya 11 sektor ekonomi, yakni: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) kehutanan, (8) perhubungan laut, (9) sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA non-konvensional.

Potensi produksi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia yang dapat dipanen mencapai 6,4 juta ton/tahun atau 8% dari potensi lestari ikan laut dunia. Pada 2009 tingkat pemanfaatannya mencapai 4,8 juta ton (75%). Potensi produksi budidaya laut diperkirakan mencapai 47 juta ton/tahun, dan budidaya perairan payau (tambak) sekitar 5,5 juta ton/tahun. Sementara itu, pada 2009 total produksi budidaya laut baru mencapai 2,5 juta ton (5,3%), dan total produksi budidaya tambak sebesar 1,5 juta ton (27%). Artinya, potensi pengembangan usaha perikanan, khususnya untuk budidaya laut dan tambak, masih terbuka lebar.  Dari total produksi perikanan sebesar 9,75 juta ton, hanya sekitar 1,25 juta ton yang diekspor, dan sisanya (8,5 juta ton) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  Perlu dicatat, bahwa sekitar 65% kebutuhan protein hewani rakyat Indonesia dipenuhi dari ikan, seafood, dan beragam produk perikanan (BPS, 2009).  Dengan kata lain, kontribusi sektor perikanan dan kelautan bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa, bukan hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga berupa perbaikan gizi, kecerdasan dan kesehatan rakyat.

Indonesia juga memiliki potensi industri bioteknologi kelautan berbasis marine BIODIVERSITY RESOURCE (sumberdaya keanekaragaman hayati laut) paling besar di dunia berupa industri makanan dan minuman, farmasi (seperti Omega-3, squalence, viagra, dan sun-chlorela), kosmetik, film, kertas, bioenergi, bioremediasi, genetic engineering, dan beragam industri lainnya yang hingga kini hampir belum tersentuh pembangunan. Potensi ekonomi perikanan dan bioteknologi kelautan diperkirakan mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya atau setara dengan besarnya APBN 2009.

Baca Pula : Membangun Bisnis Wisata dan Perikanan di Selat Wetar

Saat ini sekitar 75% produksi minyak dan gas bumi berasal dari kawasan pesisir dan lautan. Dari 60 cekungan yang potensial mengandung migas, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 di pesisir, dan hanya 6 yang di daratan. Dari seluruh cekungan tersebut diperkirakan potensinya sebesar 11,3 miliar barel minyak bumi. Cadangan gas bumi diperkirakan sebesar 101,7 triliun kaki kubik.  Survei geologi oleh Dept. ESDM (2009) menemukan 68 cekungan baru yang mengandung potensi migas, 50 cekungan merupakan yang benar-benar baru ditemukan, sedangkan 18 cekungan lainnya merupakan perluasan dari cekungan yang telah teridentifikasi sebelumnya. Lokasi dari 68 cekungan baru itu tersebar di wilayah Sumatera, Selat Sunda, Kalimantan, Maluku, dan Papua yang sebagian besar juga terdapat di wilayah pesisir dan laut.  Contohnya, Blok gas Masela di Laut Timor, NTT memiliki potensi cadangan gas sebesar 10 TCF (trillion cubic feet) yang merupakan cadangan gas terbesar kedua di Indonesia setelah blok gas Tangguh di Papua dengan potensi cadangan gas sebesar 14,4 TCF.

Belum lagi potensi ekonomi dari industri dan jasa maritim (seperti galangan kapal, coastal and offshore engineering, pabrik peralatan dan mesin kapal, fibre optics, dan teknologi komunikasi dan informasi), pulau-pulau kecil, dan SDA non-konvensional yang sangat besar. SDA non-konvesional adalah SDA yang terdapat di wilayah pesisir dan laut Indonesia, tetapi karena belum ada tekonologinya atau secara ekonomi belum menguntungkan, sehingga belum bisa dimanfaatkan.  Contohnya adalah DEEP SEA WATER INDUSTRIES, bioenergi dari algae laut, energi gelombang, energi pasang surut, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), sumber-sumber mata air tawar di dasar laut, energi listrik dari ion Na+ dan Cl- , energi nuklir, dan mineral laut (Becker and Carlin, 2004).

Potensi total nilai ekonomi kesebelas sektor kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$ 800 miliar (Rp 7200 triliun) per tahun atau lebih dari tujuh kali APBN 2009. Sedangkan, kesempatan kerja yang dapat dibangkitkan mencapai 30 juta orang. Ekonomi kelautan bakal semakin strategis bagi Indonesia, seiring dengan pergesaran pusat ekonomi dunia dari Poros Atlantik ke Asia-Pasifik. Dewasa ini, 70% perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Sekitar 75% dari seluruh barang dan komoditas yang diperdagangkan di dunia ditransportasikan melalui laut Indonesia dengan nilai sekitar US$ 1.500 triliun per tahun (UNCTAD, 2008).

Besarnya potensi laut pasti akan mengundang berbagai kepentingan untuk mengambil peran dalam memanfaatkannya. Pengelolaan wilayah pesisir jadi penting karena harus bisa melestarikan potensi yang ada serta di sisi lain dapat memanfaatkannya untuk kepentingan bersama. Hal itu terlihat dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dirumuskan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pualu kecil adalah rangkaian suatu proses mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekonomi darat, laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga : Memperdayakan Kemampuan Ekonomi Warga Perbatasan

Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berasaskan pada: keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peranserta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan. Hal mana dilakukan  dengan cara mengintregasikan kegiatan : antar pemerintah dan pemerintah daerah; antar pemerintah daerah; antar sektor; antar pemerintah, dunia usaha, dan rakyat; antar ekosistem darat dan ekosistem laut; dan antar ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajeme. Dengan demikian dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akan lepas dari kerusakan lingkungan yang makin parah. Perlindungan terhadap pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara implisit diatur dalam Chapter 17 dari Agenda 21. Sedangkan mengenai pentingnya perlindungan pelestarian lingkungan laut untuk mendukung pembangunan kelautan di atur dalam Bab XII UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea ) 1982. Tetapi untuk mensejahterakan warga pesisir bukanlah sesuatu yang mudah dan hal itulah yang akan anda temukan dalam membaca buku ini.

[1] https://dahuri.wordpress.com/2008/01/01/transformasi-kekayaan-laut-untuk-kemajuan-kemakmuran-dan-kedaulatan-bangsa/

2 Comments

  1. Bgm mprolh buku ini pk. Sy di maluku. Kab. Kep. Aru. Kmi di perbatasan butuh strategy yg sngat tepat utk mningktkan kesrjhteraan masyrakat perbtasan yg didominasi ol desa2 sbnyk 117 desa. Klw boleh minta nomor wa. Trmksh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *