Oleh Harmen Batubara
Indonesia dan Malaysia sepakat tentang Garis Batas di Outstanding Boundary Problems (OBP) Segmen Simantipal dan C500-C600. Kedua Negara menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Penegasan Batas Darat. Dua OBP yang disepakati adalah segmen Sungai Simantipal dan segmen C500-C600. Menurut Tito, keberhasilan penandatangan MoU akan membuka jalan kedua negara untuk memberikan kepastian hukum dan mempercepat investasi. “Kita hari ini mengukir sejarah, setelah 41 Tahun akhirnya kedua negara dapat menyepakati batas wilayah,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian[1] di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (20/11.
Penandatanganan MoU tersebut juga telah membuka jalan bagi kedua negara untuk mempercepat penyelesaian OBP di tiga segmen lain yaitu Segmen Pulau Sebatik, Sungai Sinapad-Sesai, dan B- 2700-3100 yang disepakati akan diselesaikan pada tahun 2020. Tito yang juga Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengatakan, nantinya di lokasi batas wilayah tersebut akan segera dibangun Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Lokasinya tidak jauh dari Sungai Simantipal yaitu di Labang akan segera dibangun PLBN baru. Semoga masyarakat semakin sejahtera dan investasi terus tumbuh,” tuturnya.
Baca Juga : Perbatasan Darat RI – Timor Leste Disepakati
Penandatangan MoU dilakukan oleh perwakilan dari kedua negara. Indonesia diwakili Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo sedangkan Malaysia diwakili Ketua Setia Usaha Kementerian Air, Tanah dan Sumber Daya Air Malaysia, Datuk Zurinah Pawanteh. Penandatangan disaksikan oleh Mendagri Indonesia Tito Karnavian serta Menteri Air, Tanah dan Sumber Asli Malaysia Yang Mulia Dato’ Dr Xavier Jayakumar. Selain MoU, kedua negara menandatangani hasil survei demarkasi yang merupakan lampiran dari MoU oleh perwakilan dari kedua negara. Penandatanganan hasil survei juga dilakukan masing-masing perwakilan kedua negara. Direktur Wilayah Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama Bambang Supriadi mewakili Indonesia dan Direktur Jenderal Departemen Survey dan Mapping Malaysia Dato’ Sr Dr Azhari bin Mohamed mewakili Malaysia. (RB)Masalah Sungai Sematipal.
Sekilas Tentang OBP Simantipal dan C500-C600
Secara fakta saat ini wilayah muara Sungai Sumantipal, masuk Kecamatan Lumbis Ogong – Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Di area yang di klaim oleh Malaysia ini terdapat lima desa yang berada di sekitar muara Sungai Sumantipal yakni Desa Sumantipal, Desa Labang, Desa Ngawol, Desa Lagas dan Desa Bulu Laun Hilir. Lima desa ini berbatasan langsung dengan dengan Kampung Bantul, Sabah, Malaysia Timur, dan secara fakta warga Indonesia yang ada di wilayah ini pada umumnya sangat tergantung dengan suplai barang lewat jaringan perdagangan dari Malaysia.
Baca Pula : Jalan Paralel Perbatasan, Peluang BerBisnis Jadi Menarik
Kedua negara sebenarnya sudah membentuk Tim Bersama sejak tahun 1975. Tim Bersama ini sudah melakukan pengukuran penegasan batas ini secara seksama dan secara bersama-sama. Apapun yang dilakukan selama pelaksanaan pengukuran penegasan batas ini, semua dilakukan secara bersama. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan penggambarannya benar-benar dilakukan secara bersama, dan atas kesepakatan bersama dan semua itu tertuang dalam berita acara bersama. Tetapi di ujungnya Malaysia menyatakan keberatannya, dan melakukan pengajuan keberatan atas beberapa Segmen yang menjadi OBP tersebut. Persoalan Sungai Simantipal bermula dari permasalahan Sungai Sinapad. Mereka berpegang pada Perjanjian 28 September 1915 antara Belanda-Inggeris, pada Pasal 8 (kawasan S. Sedalir, S.Sinapad dan Semantipal) : “Wilayah Yang Masuk Kawasan Belanda (Indonesia) Adalah Area Yang di aliri oleh : Sungai Pensiangan di selatan 4° 20‘ LU; Sungai Sedalir di selatan paralel 4° 20‘ LU ; Semua anak sungai dari Pensiangan dan Sedalir yang bermuara di selatan 4° 20‘ LU ; dan Sungai Sesajap”. “Sementara Wilayah Yang Masuk Kawasan Inggris (Malaysia) adalah Area Yang dialiri oleh : Sungai Pensiangan di utara 4° 20‘ LU; Sungai Sedalir di utara paralel 4° 20‘ LU; dan semua anak-anak sungai dari Pensiangan dan Sedalir bermuara di utara 4° 20‘ LU.”
Posisi Malaysia : Menurut Malaysia OBP di S. Sinapad dipermasalahkan atau diklaim oleh pihak Malaysia. Karena menurut mereka, muara dimana air sungai S. Sinapad bergabung dengan S. Sedalir ternyata (menurut Malaysia) terletak di sebelah Utara paralel 4° 20‘ LU. Karena itu menurut Malaysia, S. Sinapad termasuk wilayah kekuasaan Malaysia dan garis batas darat antara RI dan Malaysia haruslah watershed yang terletak di sebelah Timur S. Sinapad, watershed yang lebih kecil. Dari temuan ini mereka kemudian mecari pola yang sama di tempat tempat lain dan meyakini kalau di sungai Simantipal juga punya kasus yang sama, maka mereka melakukan Klaim atas daerah Sungai Simantipal, maka jadilah OBP Sungai Simantipal. Padahal daerah itu sudah selesai diukur oleh TIM BERSAMA (RI-Malaysia). Kalau klaim Malaysia di ikuti maka kampung-kampung Indonesia serta wilayah seluas 4800 ha akan hilang lagi. Ingat di Tanjung Datu Indonesia kehilangan 1499 ha.
Masalah di Segmen C.500-C.600.
Masalah ini tergolong masalah non koinsidensi dan sama masalahnya dengan titik B 2700-B3100. Garis batas hasil pengukuran bersama di lapangan tidak berhimpit tidak sesuai dengan peta topografi malaysia, skala 1 : 50,000 & juga dengan peta hasil plotting foto udara yangg dijadikan pedoman pelaksanaan kegiatan survey & demarkasi di lapangan (masalah non-koinsidensi), menurut kita :
- Penyimpangan tersebut sebenarnya mengindikasikan kalau peta dan Foto Malaysia di”ragukan akurasinya” dan sesuai kesepakatan Peta dan Foto Malaysia itu sebenarnya hanya sebagai guide saja. Karena nilai yang benar/dipercaya tentunya adalah hasil pengukuran bersama
- Akibatnya garrs batas antara pilar c.500 s/d c.600 terjadi karena watershed yang diukur tidak pas dangan garis batas pada peta dan hasil Plotting Foto Udara Malaysia
- 2 x hasil pengecekan lapangan Tahun 1988-89 dan 1989-90 serta penelitian dari foto udara yang dilakukan indonesia menunjukkan bahwa watershed yang diukur secara bersama benar kedudukannya
- Sedangkan garis batas yang ada pada peta Malaysia bukan garis batas resmi yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, tetapi hanya sebagai “guide” karena terbatasnya data yang ada pada waktu itu.
Posisi Indonesia. Dalam kasus ini Indonesia melihat bahwa Klaim yang dilakukan oleh pihak Malaysia pada dasarnya bertentangan dan tidak sesuai dengan esensi traktat 1891. Roh Traktat 1891 menjadikan batas kedua negara sebagai batas-batas alamiah. Yakni Punggung Gunung atau Watersheed, tepi kanan sungai dan garis lurus. Artinya kalau di wilayah itu ada gunung, maka batas itu adalah punggung gunung yang paling besarnya, kalau itu tidak ada maka tepi kanan sungai dan kalau itu juga tidak ada maka batas itu adalah garis lurus yang menghubungkan Tugu-tugu batas atau dengan batas alam yang sudah jelas posisinya. Pada peta lapiran Traktat 1891 sebenarnya sudah jelas terlihat adanya watershed utama dan itu jugalah yang dijadikan Tim bersama kedua negara dalam menentukan penagasan dan penetapan batas pada saat survei bersama di daerah tersebut.
Dalam kasus Simantipal ini Indonesia tetap berpegang pada hasil kesepakatan serta hasil pengukuran Tim Tegas batas bersama kedua negara yang telah dilaksanakan oleh kedua negara di daerah tersebut. Untuk Segmen C500-C600 Indonesia juga berpendapat bahwa yang benar itu adalah watershed hasil ukuran bersama, dan juga sekaligus membuktikan bahwa Peta Malaysia Skala 1 : 50.000 berikut Foto Udaranya tidak akurat. Oleh karena itu Indonesia tetap konsisten dan mempertahankan hasil ukuran Tim Tegas Batas kedua negara di daerah tersebut.
Tapi sukurlah apapun masalah nya tokh kedua Negara sudah sepakat Garis Batas di Segmen Sungai Simantipal dan C500-C600. Jadi apapun persoalannya, kini kedua Negara sudah Sepakat dan kita menguapkan Terimakasih kepada para Tim perunding Batas kedua Negara.
Catatan Penulis : Sebenarnya secara teknis para ahli perpetaan kedua Negara dengan mudah bisa menyimpulkan yang mana batas kedua Negara yang sebenarnya.. Hanya saja setelah dicampur dengan pandangan dengan dasar Kepentingan Nasionalnya masing-masing, maka kajian teknis jadi berada pada urutan yang ke “berapa” dan masing-masing sibuk dengan melihat ke lemahan pihak lain. Untuk menperoleh keuntungan sendiri. Dan hal seperti itu, memang sah sah saja dan diakui secara hukum.
[1] http://ibadah.co.id/2019/11/21/indonesia-malaysia-sepakati-batas-wilayah-setelah-41-tahun-terabaikan/