Gerbang Satria, Model Pengembangan Pariwisata Perbatasan

Gerbang Satria, Model Pengembangan Pariwisata Perbatasan

Oleh Harmen Batubara

Kalimantan Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Tawau, Malaysia. Wilayah dengan berbagai potensi keindahan alam, alamnya yang eksotik, serta penduduknya yang ramah. Maka tidak heran jika wilayah ini memiliki potensi menjadi “cross border tourism’  yang tinggi dan menjanjikan. Selama ini pemerintah telah mengembangkan strategi mendatangkan wisman melalui cross border tourism dengan  mengadakan dan mempopulerkan Festival Cross Border. Untuk Kaltara waktu itu sudah ada Festival Cross Border Nunukan. Yakni lewat acara seperti  bazar produk-produk industri kreatif setempat, dengan produk andalan berupa hasil olahan rumput laut, yakni amplang dan juga dengan mendatangkan Penyanyi Top Dangdut. Kita tahu umumnya wilayah perbatasan senang dengan lagu-lagu dangdut serta juga para artisnya.

Perbatasan Kalimantan Utara kini akan segera mendapatkan sarana prasarana Perbatasan yang kita kenal dengan nama Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang jadi sarana lalu lintas batas Orang dan Barang serta pusat Bisnis bersama di perbatasan. Kalimantan Utara kini mempunya PLBN Long Nawang di Kab Malinau: PLBN Long Midang & Labang Kab Nunukan: PLBN Sei Pancang Pulau Sebatik.

Gerbang Satria, Model Pengembangan Pariwisata Perbatasan
Gerbang Satria, Model Pengembangan Pariwisata Perbatasan

Travel ke perbatasan kini jadi menarik. Hal ini sejalan dengan pengembangan “cross border tourism”, yang sudah digalakkan pemerintah. Meski belum popular, namun menunjukkan tren kenaikan kunjungan wisatawan setiap tahun. Pada sejumlah wilayah, pemerintah tengah fokus mengeksplorasi pontesi wisata di perbatasan lewat beragam festival kebudayaan. Saat ini, ada tiga jalur darat diketahui terjadi peningkatan kedatangan turis. Di Atambua, persentase kenaikan pelancong sebanyak 56.95% dari 19.221 menjadi 30.167 turis, di Aruk naik sebesar 118.21% dari 2.658 wisman menjadi 5.800 pelancong, dan di Nanga Badau naik sekira 65.68% dari 2.678 turis menjadi 4.437 wisman selama Januari-April 2018.

Baca Juga   :  Memberdayakan Kemampuan Warga & Ekonomi Perbatasan

Kenaikan kunjungan turis di tiga pintu darat tersebut sinkron dengan upaya Kementerian Pariwisata yang terus memoles potensi destinasi wisata melalui beragam festival kebudayaan, produk kerajinan UKM dan kuliner lokal. Berbagai kegiatan touris di perbatasan mendapat sambutan yang menyenangkan. Hal ini bisa kita lihat dari perhatian yang diberikan Sarawak Tourism Board (STB) pada tahun 2019 lalu. STB Minta Festival Cross border Digelar Tiap Bulan. Pada waktu itu, Pihak STB mengharapkan kegiatan Festival Wonderful Indonesia (FWI) di border area dapat dilaksanakan setiap bulan. Terutama, di akhir bulan. Dan bila memungkinkan, tanggal pelaksanaannya sudah ditetapkan lebih awal, sehingga mereka bisa membuat perencanaan lebih baik mendukung event Festival Wonderful Indonesia. Waktu itu FWI jadi keren karena mengundang penyanyi Dangdut terkenal seperti Cita Citata, dan membuat festival jadi sangat popular. Apalagi kalau lagi ada Perayaan Cap Go Meh di Singkawang, dan Festival Wonderful Indonesia di Perbatasan Aruk dan Entikong jelas lebih semarak lagi. Bisa dibayangkan antusiame warga. 

https://www.tokopedia.com/bukuperbatasan/membangun-pertahanan-negara-kepulauan
Gerbang Satria, Model Pengembangan Pariwisata Perbatasan

Dalam upaya mengoptimalkan pariwisata di perbatasan, muncullah yang disebut  “Gerbang Satria”  Suatu  upaya  Pembangunan Pariwisata Riam atau Giram di Kecamatan Lumbis Pansiangan, Nunukan, Kalimantan Utara. Gerakan pembangunan ini adalah dengan memanfaatkan keindahan alam serta kesejukan udaranya untuk menarik para wisatawan.

Camat Lumbis Pansiangan, Lumbis S.SOS menuturkan, Gerbang Satria  akan berkolaborasi menggarap sektor wisata Riam atau Giram, hiking ( mendaki gunung), wisata kuliner khas ikan Palian (ikan Emparau atau ikan Kela) dan ikan Saladong (ikan Patin). Kita ikut senang melihatnya karena  Gerbang Satria  adalah  semacam rule model pengembangan pariwisata dengan memanfaatkan “Dana Desa”.

Gerbang Satria kini telah membangun beberapa Homestay  dengan fasilitas seperti TV, perangkat  masak. Pengunjung dapat membawa bahan makanan dan masak, hingga layaknya di rumah sendiri.  Mereka juga membangun sarana jembatan merah putih dengan panjang 1.7 Km dari kontruksi Ulin. Jembatan ini di lengkapi dengan sarana santai,  sambil menikmati kopi di bawah naungan payung Gazebo. “Gazebo dan Kursi Lonjor yang enak dan empuk ini bisa dibawa santai ke pinggir sungai, sambil melihat atau main rafting atau juga main jetski Riam atau Giram.

Warga senang menyebutnya sebagai ‘Desa Jet Sky’ karena memang sudah mulai banyak yang mencobanya. Mereka bisa wisata berselancar di sepanjang sungai Sedalid. Air Sungai Sedalid jernih dan alami. Menariknya lagi, lokasi ini hanya berjarak 500 meter dari Giram Buatan dan Giram Ujud yang menjadi andalan wisata Arung Giram Desa Langgason.

Untuk menumbuhkan kegiatan ini masyarakat juga tergerak untuk menata rumah-rumah mereka agar bisa dijadikan semacam “home stay”. Rumah itu berjejer di pinggir sungai dan langsung berhadapan dengan pemandangan alam gunung dan sungai. Jadi idenya, kalau sudah capek bermain jetsky, mereka bisa langsung ke home stay untuk istirahat sejenak. Lokasi wisata ini terletak di ujung perbatasan Indonesia-Malaysia, kurang lebih 1-2 jam ke Malaysia.

Mereka juga sudah memiliki fasilitas perahu karet, Jetki Yamaha dan Seedoo. Sudah ada  124 Payung Gazebo, 58 Kursi Lonjor  yang bisa mereka bawa sepanjang jembatan spot wisata mulai dari Sumentobol hingga Muara Sungai Sipatal desa Langgason. “Wisatawan tinggal sebut titik giram mana yang mau tempat main”  “Semuanya dibangun dengan menggunakan mekanisme pendanaan dana desa (DD) yang dimulai pada tahun 2020 dan terus dikembangkan pada DD tahun 202.

Melihat Gerbang Satria ini saya lalu ingat Desa Tadangpalie di Pinrang Sulawesi Selatan yang dulunya desa miskin tetapi kini jadi Desa pariwisata yang poluler dan sejahtera. Dulu, Desa Tadangpalie, Kab Pinrang SulSel meski punya pantai yang indah. Tapi saat itu  hanyalah salah satu dari puluhan desa tertinggal, tanpa mata pencaharian kecuali jadi  nelayan subsisten miskin untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi kemudian berubah. Desa dengan garis pantai yang panjang, bersih dan landai, menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang menikmati pemandangan laut yang indah dipadu dengan kuliner olahan hasil laut.

Baca   Juga  :  Travel Ke Perbatasan, Budaya, Musik dan Kuliner

Kini setiap hari libur, desa ini ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah di Sulsel jumlah pengunjung mencapai ribuan orang dan sering terjadi kemacetan. Sepanjang hari, mobil dan motor berdatangan silih berganti. Ratusan orang bahkan memilih berjalan kaki sekitar dua kilometer dari tempat parkir ke pantai. Terlihat pula, beberapa mobil truk besar berdatangan membawa puluhan pengunjung, yang sebagian besar adalah anak-anak. Ekonomi warga jelas berubah dan kian sejahtera.

Kita bisa berharap akan hal serupa

PLBN Labang kini tengah di bangun, memang mesih sekitar 5 %, apalagi ditambah dengan sarana jalan darat yang belum ada. Jadi kalau saat ini Anda mau ke PLBN Labang atau Lumbis bisa lewat Nunukaan atau Malinau. Kalau dari Nunukan-terus ke Sungai Ular sekitar 20 menit. Dari Sungai Ular ke Mensalong naik Taksi atau Travel sekitar 4 jam perjalanan. Dari Mensalong ke Labang naik Perahu atau Long Boat sekitar 3.5 Jam. Kalau anda suka travel dan tantangan, sungguh bepergian dari Nunukan ke Lumbis adalah sesuatu yang menarik. Karena anda akan melihat wilayah Krayan yang indah dan sejuk menyegarkan. Kalau mau jalan dari Malinau Anda bisa lewat Malinau ke Mensalong pakai Travel atau taksi sekitar 40 menit. Nah dari Mensalong ke Labang naik Long Boat lagi sekitar 3.5 Jam. Sekarang PUPR lagi membangun jalan darat dari Mensalong- Labang direncanakan baru akan selesai tahun 2022.

Kalau jalan sudah terbuka, maka Labang akan jadi Kota lokasi pusat pariwisata yang menarik. Informasi lain yang menarik tentang Labang atau Lumbiis adalah lokasinya yang dekat dengan ex OBP Simantipal. Masih ingatkan? OBP Simantipal?  Wilayah yang tadinya dipermasalahkan pihak Malysia. Tetapi sudah mereka setujui bahwa wilayah itu adalah wilayah Indonesia. Wilayah  ex Outstanding Boundary Problem (OBP) Sumantipal, sekitar 5000 hektare. Pada saat kunjungan BNPP pada hari Kamis, 3 november 2021.  Asisten Deputi Pengelolaan Lintas Batas Negara BNPP menggelar pertemuan dengan beberapa kepala desa, terutama desa  yang masuk areal ex Outstanding Boundary Problem (OBP) Sungai Sumantipal. Aspirasi masyarakat seperti dituturkan oleh  Camat Lumbis Pansiangan, Lumbis.  Camat menjelaskan,  sudah sekitar 40 tahun, wilayah Sungai Sumantipal berstatus ‘abu-abu’ karena dipersoalkan pihak Malaysia. Kini wilayah itu telah sah jadi milik pemerintah Indonesia sesuai dengan pengakuan Malaysia  serta  kesepakatan kedua Negara dan MOU nya telah ditanda tangani  di Kuala Lumpur pada 18 November 2019.

Dia menggambarkan, bahwa posisi wilayah Ex OBP Sungai Sumantipal satu hamparan dengan PLBN Terpadu Labang, dengan jarak sekitar 5 km. Disana sudah ada jalan JIPP (jalan isnpeksi pengamanan perbatasan) yang menghubungkan Lumbis Pansiangan dan Lumbis Hulu (Tau Lumbis). Saat ini jalan itu bisa dilalui dengan sepeda motor. “Kontur tanahnya perbukitan landai dan luas sehingga selain berpotensi jadi tempat warga berkebun, juga cocok untuk pemukiman warga di masa mendatang,” bebernya.

Terhadap aspirasi ini, Murtono meminta agar usulan tersebut segera dirapatkan dengan masyarakat dan membuat berita acaranya. Lalu, dikoordinasikan dengan Pemda, Bappeda dan instansi terkait di daerah. “Lakukan overlay kawasan untuk melihat status kawasannya karena wilayah tersebut ex OBP. Setelah itu sampaikan kepada kementerian terkait untuk dipertimbangkan,” turur Murtono.  Kita melihat pihak warga lebih baik, kalau lahan tersebut dijadikan jadi lahan Koperasi Desa. Artinya wilayah ex OBP itu dibagikan ke beberapa BUMN Desa yang mencerminkan kebersamaan warga. Cara ini dipercaya akan lebih sederhana.

Travel Ke Perbatasan Wisata Ke Ujung Negeri