Membangun Kota-Kota Yang Sejahtera di Perbatasan

Oleh harmen batubara

Sekarang ini infrastruktur tengah dikembangkan dan dibangun di Perbatasan. Pemerintah telah mulai membangun sarana jalan paralel perbatasan, telah merenovasi 7 dari 9 PLBN di seluruh perbatasan, pemerintah telah membuka konektivitas lewat Tol Laut dan Tol Udara ke Perbatasan. Dengan kata lain saat ini diperlukan kerja sama sinergis antara para pihak terkait untuk bisa menghadirkan kehidupan yang lebih baik di perbatasan. Saat ini diharapkan semua pihak agar saling bersinergi untuk menumbuhkan Kota-kota baru di perbatasan dan Pulau-pulau Kecil Terluar. Hal-hal seperti itulah yang memintak agar TNI melihat gelar kekuatannya di wilayah perbatasan dan sekitarnya. Hal itulah yang coba di antisipasi oleh Menkopolhukam agar Gelar kekuatan ini nantinya mampu memperkuat jaringan keamanan, jaringan ekonomi bagi tumbuhnya kehidupan yang lebih baik di perbatasan.

Baca   Juga  : BumDes Jaya, Kalau Punya Produk Unggulan

Pengembangan wilayah perbatasan Indonesia akan dioptimalkan dengan melibatkan militer. Selain untuk menghadapi potensi keamanan nontradisional di perbatasan, kehadiran militer juga dinilai bisa mendorong pemerataan dan keadilan pembangunan. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dalam rapat koordinasi pengendalian dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), di Jakarta, Selasa (17/1), menuturkan, program membangun dari pinggiran yang didorong pemerintah tidak terlepas dari semangat pemerataan keadilan. “Dengan konsep militer berada di perbatasan, akan menumbuhkan kehidupan baru di perbatasan. Jika pemerintah sudah menempatkan pasukan di sana, otomatis ada puskesmas, pasar, dan tempat ibadah. Keamanan terjamin,” ujarnya. Menurut dia, hal itu akan mendorong masyarakat menumbuhkan sentra ekonomi baru di perbatasan. Penempatan TNI di perbatasan, kata Wiranto, juga akan menjadi respons atas tantangan keamanan nonkonvensional. Menurut dia, potensi ancaman konvensional berupa invasi dari negara lain relatif kecil. Akan tetapi, ancaman keamanan di perbatasan saat ini lebih cenderung pada keamanan nontradisional, misalnya terorisme, radikalisme, penyelundupan manusia dan narkoba, serta pembalakan liar.

Konsep Pembagunan Perbatasan Masih Terkesan Asal Omdo

Orang Indonesia dalam hal perencanaan boleh dikatakan terkenal “cerdas[1]” dan mudah membuatnya, tetapi begitu tiba pada pelaksanaannya BEDA LAGI SEMANGATNYA. Selama ini yang terkesan itu, ganti pimpinan ya ganti program. Yang lama dilupakan dan bahkan di matikan sementara yang baru tidak punya “gatukan” dengan program yang lama. Salah satu program perbatasan seperti itu. Ya ptogram Kota Terpadu Mandiri Perbatasan, yang digagas oleh Kemenakertrans Muhaimin Iskandar dan kemudian menjadi Kementerian Desa Tertiggal  Marwan Jafar. Pada masa Kemenakertrans, sebagai sabuk pengaman (security belt) nusantara dan untuk menegakkan kedaulatan bangsa Kemenakertrans akan mengembangkan pembangunan 12 kota transmigrasi baru atau KOTA TERPADU MANDIRI di perbatasan dan pulau-pulau terluar.

Pada waktu itu ke-12 kota tersebut di antaranya Kota Terpadu Mandiri (KTM) Gerbang Mas Perkasa dan KTM Subah, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat; KTM Simanggaris, KTM Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur; KTM Senggi, Kabupaten Keerom, Papua; dan KTM Salor, Merauke, Papua. Selanjutnya, KTM Muting, Merauke, Papua; KTM Rupat Kabupaten Bengkalis, Riau; KTM Pulau Morotai, Maluku Utara; KTM Batutua Nusamanuk, Kabupaten Rote Ndao, NTT; KTM Tanglapui Kabupaten Alor, NTT; terakhir KTM Ponu, Kabupaten Timur Tengah Utara, NTT.

Cak Imin, sapaan Muhaimin mengatakan, perbatasan menjadi isu penting yang mendapat perhatian dari berbagai pihak, karena memiliki arti nilai ekonomi, geopolitik, dan pertahanan keamanan. Adanya dukungan untuk pembangunan infrastruktur dasar disertai pemberdayaan masyarakat di kawasan perbatasan diharapkan mampu mengusung potensi daerah, sehingga kemudian berkembang menjadi pusat perekonomian baru. “Pembangunan kawasan diproyeksikan membutuhkan sedikitnya 100.000 orang tenaga kerja untuk pembangunan infrastruktur dan pemukiman sertra pengembangan sektor industri, pertanian, perkebunan dan jasa,” paparnya di tahun 2011 an.

Kita pahami dan lihat sendiri, selama ini dan sudah sering terjadi dan sering sangat mematikan semangat bertransmigrasi adalah karena lemahnya dukungan infrastruktur. Program transmigrasinya sudah berjalan dengan baik serta hasil panennya telah mulai memperlihatkan hasil, tetapi karena tidak adanya dukungan infrastruktur seperti jalan, sarana transportasi, komunikasi dll maka semua hasil panen jadi muspro, tidak punya nilai jual apa-apa. Salah satu contoh yang tengah berkembang dalam program ini adalah Kawasan KTM Salor. KTM Salor dibangun sejak tahun 2009 dengan luas wilayah sekitar 96.340 Ha, yang terdiri dari areal pembangunan dan pengembangan permukiman seluas 36.500 Ha dan areal untuk pengembangan investasi perkebunan seluas ± 59.840 Ha.

Baca Juga  :    Ekonomi Perbatasan Sinergitas PLBN, Tol Lut & Udara

Komoditas yang dikembangkan dengan skala ekonomis adalah padi, tebu dan palawija. Dalam pelaksanaan pembangunannya kawasan KTM Salor diintegrasikan dengan program MIFEE (Merauke Integrated Food dan Energy State), yang merupakan program pemerintah untuk memenuhi swasembada pangan nasional.Permukiman transmigrasi yang sebagian besar di tempatkan di distrik Merauke, Semangga, Tanah Miring, Kurik, Malind, dan Jagebob telah berkembang menjadi desa-desa swasembada. Dari jumlah penduduk Merauke sejumlah 246.852 jiwa atau 60.406 KK, kontribusi jumlah penduduk melalui program transmigrasi sebanyak 26.451 KK (43,79%). Sayangnya berbagai sarana pendukung yang seharusnya sudah harus ada, seperti sarana jalan dan transportasi tetapi justeru belum terdukung secara memadai. Adakah niat para pihak untuk melanjutkan program KTM nya kembali?

Bagaimana lokasi calon KTM itu di kaitkan dengan gelar ulang kekuatan TNI di Perbatasan? Sejauh manakah kemampuan Pemda perbatasan untuk mendukung program seperti ini?  Hal itulah yang juga ditekankan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan mengatakan, konsep tersebut merupakan penjabaran dari arahan Presiden Joko Widodo untuk membangun dari pinggiran dengan memperbaiki kondisi kehidupan dan keamanan masyarakat di perbatasan. Oleh karena itu, di daerah-daerah perbatasan, personel TNI akan diperkuat dan didukung oleh kementerian-kementerian terkait.“Kami akan inventarisasi aset-aset pemerintah daerah yang bisa dimanfaatkan semua kementerian untuk kepentingan pertahanan,” kata Tjahjo. Secara terpisah, pengembangan satuan-satuan di tempat-tempat kosong, terutama di dekat perbatasan, akan dibahas dalam rapat pimpinan TNI 2017. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, persoalan itu akan dibahas secara spesifik di hari keempat Rapim TNI. Sementara itu, Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie menuturkan, daerahnya siap menerima mutasi atau pergeseran TNI dari Pulau Jawa ke daerah perbatasan.

[1] Sama seperti pengelola taman di sepanjang jalan di Kota tempat saya tinggal, tiap tahun tamannya pasti di rombak lagi dengan model baru. Yang lama dibuang semua dan muncul yang baru sama sekali. Batin saya, mereka hanya mikir proyeknya, persetan dengan tamannya. Saya tidak pernah melihat taman itu enak dilihat. Yang ada adalah para pekerja yang selalu bongkar pasang taman, nggak ada indahnya sama sekali.