Perbatasan, Konektivitas Logistik Barang & Jasa

Perbatasan, Konektivitas Logistik Barang & Jasa

Oleh harmen batubara

Pemerintah Indonesia dan Malaysia memperbarui Border Trade Agreement (BTA) yang sebelumnya dibuat pada tahun 1970 silam. Kedua kesepakatan yang ditandatangani langsung oleh Menteri Perdagangan RI bersama Menteri Investasi, Perdagangan dan Perindustrian Malaysia itu diperbarui pada 8 Juni 2023 lalu. Pada perjanjian terbaru itu, sejujurnya tidak banyak kesepakatan yang berubah dari isi kesepakatan terdahulunya yakni BTA 1970, hanya saja, sejumlah item barang yang disepakati lebih dirincikan yang dapat masuk dan keluar dari kedua negara ini. Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) Nunukan, H Dian Kusumanto menyampaikan, dengan adanya perjanjian terbaru tersebut baik Indonesia dan Malaysia telah memiliki rambu-rambu terhadap barang apa saja yang dapat keluar dan masuk di wilayah perbatasan.

“Untuk nilai belanja per orang dengan durasi perbulan masih sama yakni sebesar RM600 atau setara dengan Rp2,1 juta jika kurs nilai tukar RM1 setara dengan Rp3.500,-. Untuk item barang yang disepakati untuk diperdagangkan  itu memuat 60 item barang dari Indonesia dan 32 item barang dari Malaysia.

Perbatasan, Konektivitas Logistik Barang & Jasa
Perbatasan, Konektivitas Logistik Barang & Jasa

Boleh dikatakan  perdagangan antar negara di perbatasan, umumnya berjalan dengan baik meski berjalan dalam batas-batas tertentu dan terkesan kurang di respon oleh para pihak secara memadai. Kalu di Entikong banyak warga Indonesia berbelanja di Tebedu, ke Tokoserba yang ada di desa berjarak satu km dari perbatasan itu. Umumnya mereka membeli barangan keperluan sehari-hari, atau sekedar beli oleh-oleh buat sanak saudara mereka. Sebaliknya tidak ada Toko sekelas itu yang terdapat di sebelah Indonesia. Yang ada hanyalah sekedar kios-kios biasa yang menjual produk Indonesia dengan harga yang juga tergolong kurang menarik. Hal yang sebaliknya terjadi di Skow di perbatasan antara RI-PNG. Di sebelah PNG tidak ada Toko-toko, tetapi di sebelah Indonesia ada pasar Skow yang menjual berbagai produk Indonesia dengan harga yang lebih murah. Hal yang sama terjadi juga di perbatasan RI-Timor Leste.

Baca Juga : Memberdayakan Warga Perbatasan

Memang secara basa basi kedua Negara selalu mengutarakan agar  terus mendorong peningkatan kerja sama di wilayah perbatasan negara-negara di Asia Tenggara. Menurut mereka, pengembangan ekonomi di wilayah perbatasan akan bisa lebih baik jika ditopang dengan konektivitas.”Menjual barang atau membeli barang dari ujung sulawesi ke Filipina lebih efektif daripada membawanya ke Jawa. Begitu juga orang Kalimantan Barat mendapat listrik dari Serawak atau nantinya orang Singapura dari Indonesia. Hal-hal seperti itu harus kita tingkatkan,” hal itu malah disampaikan Yusuf Kalla saat membuka Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) dan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) di Makassar, Jumat (14/10/2018).

Wapres menyayangkan kerja sama ekonomi subregional di kawasan ASEAN justru kerap diwarnai dengan bisnis ilegal. Kalla menyebutkan, pasokan barang ilegal ke Indonesia bisa datang dari Mindanao Filipina, Sabah, dan Tawau Malaysia. Begitu pun sebaliknya, tidak sedikit ada penyeludupan barang dari Indonesia ke negara-negara tetangga.Selain praktik penyelundupan, Kalla juga mengeluhkan situasi keamanan yang kerap menggangu kerja sama ekonomi antarnegara. Termasuk penyanderaan yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf di perbatasan Indonesia-Malaysia dan Filipina pada itu .

Pasar Skow Perbatasan Papua dipercaya akan kian menarik, karena adanya kebijakan pemerintah yang memperkuat infrastruktur di wilayah tersebut. Pemerintah sudah membangun Jembatan Holtekamp yang menghubungkan Kota Jayapura ke Base G di perbatasan. Juga di topang oleh adanya bandara Sentani yang bisa memasok berbagai produk Indonesia langsung dari Jakarta. Belum lagi dengan adanya Tol Laut yang menghubungkan Jawa-Papua. Tetapi hal seperti itu belum dilakukan oleh pemerintah di Entikong Kal Barat,  Motaain NTT dan Pulau Sebatik Kalimantan Utara. Dengan adanya perpindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara, Idealnya di Kalbar pemerintah menjadikan bandara Sanggoledo; juga bandara di Nunukan Kaltara dan sebagai bandara internasional, sehingga produk-produk Indonesia bisa terakses lebih mudah dari perbatasan. Kelihatannya Pemda perlu pro aktif  terlebih lagi setelah adanya Industrial Park di daerah Kalimantan Utara.

Konektivitas Pengembangan Wilayah Perbatasan

Jalan paralel perbatasan Kalimantan – Malaysia sepanjang 1.920 km. Daerah Kalbar memiliki panjang 811.32 km yang  terbagi menjadi dua yakni 607.81 km berstatus jalan NON NASIONAL dan 203.51 km JALAN NASIONAL. Pada bulan Juli 2020, jalan paralel sepanjang 811.32 km tersebut telah tembus seluruhnya dari Temajok hingga Batas Provinsi Kalbar/Kaltim. Untuk daerah Kaltara dari 1.920 km jalan paralel perbatasan di Kalimantan, yang berada di Provinsi Kaltara sepanjang 824 km dan Kaltim sepanjang 244 km. Jalan tersebut sudah bisa tersambung dan fungsional pada akhir 2019 dengan kondisi sebagian beraspal, sebagian perkerasan agregat, dan perkerasan tanah. Rata-rata seluruh jalan memiliki lebar minimal 6 meter dan ruang milik jalan (Rumija) antara 15 – 25 meter. Meski begitu sampai sekarang masih terus dalam peningkatan diharapkan nanti pada 2024 kualitas jalannya akan lebih bagus.Kalau sekarang kan masih sebatas terkoneksi.

Baca Juga   :  IKN Nusantara Dan Mimpi Warga Perbatasan

Di wilayah ini ada sebanyak 42 Kabupaten/Kota, ada puluhan bandara, air streep, serta berbagai pelabuhan kecil yang selama ini kurang berfungsi karena minimnya sarana prasarananya. Hal yang jadi pertimbangan adalah, bandara dan pelabuhan pelabuhan kecil itu sebenarnya, tidak mampu memberi manfaat bagi memperkuat kekuatan pertahanan  kalau terjadi sesuatu yang darurat di wilayah tersebut. Karena sarana yang ada tidak bisa dimanfaatkan oleh pesawat tempur dan Kapal Perang. Dengan adanya perpindahan Ibu Kotake Ikn Nusantara, tentu pendekatannya akan beda lagi.

Karena itu bandara dan pelabuhan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar perlu diperhitungkan pendistribusinya sedemkian rupa, dan kemudian untuk ditingkatkan kapasitasnya agar bisa mengakomodasi pesawat tempur dan Kapal Perang. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah meninjau ulang berbagai trayek penerbagan dan Kapal yang ada, agar lebih diperkaya dengan trayek yang menghubungkan pusat-pusat bisnis di Jawa dengan pusat-pusat bisnis di daerah. Dengan demikian Indonesia mempunyai trayek pesawat udara, kapal yang bisa merangsang pertumbuhan bisnis di daerah, termasuk wilayah perbatasan dan sekaligus memperkuat konektivitas bagi pergerakan bbm. barang dan orang.