Pertahanan Perbatasan, Saatnya Mengembangkan Ekonomi Perbatasan

Pertahanan Perbatasan, Saatnya Mengembangkan Ekonomi Perbatasan

Oleh Harmen Batubara

Seringnya media massa memberitakan perihal berbagai kegiatan di wilayah perbatasan secara tidak seimbang, dan serba sepotong-sepotong  sering memberikan kesan seolah-olah wilayah perbatasan kita tidak di jaga sama sekali. Pembangunan ekonomi perbatasan, juga adalah bagian dari pertahnan itu sendiri. Kemudian ada pula yang mempertanyakan masalah pengamanan di wilayah perbatasan dengan berbagai kegiatan yang serba illegal itu? Bagaimana sebenarnya duduk perkara? Seperti apa sebenarnya tingkat koordinasi dan komando trimarta RI di Perbatasan? Sudah seperti apa BNPP dalam mengembangkan Potensi perekonomian perbatasan? Sejauh mana pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah Jokowi-JK bisa dimanfaatkan oleh Pemda dalam membuka dan menghadirkan peluang ekonomi di perbatasan?

Pada dasarnya, ada tiga persoalan mendasar yang terkait kawasan atau wilayah perbatasan, pertama terkait dengan pembangunan (infrastruktur dan ekonomi), kedua persoalan penegasan dan penetapan garis batasnya sendiri, dan yang ketiga persoalan pertahanan dan pengamanan wilayah perbatasan. Terkait dengan Pembangunan Infrastruktur di wilayah perbatasan, secara fakta sebenarnya sudah ada program pembangunan yang masing-masing di miliki oleh Pemda dan pemerintah pusat hanya saja belum terprogram dan terimplementasi secara terpadu. Ditambah lagi selama ini persoalan keterisolasian Perbatasan sering jadi kendala. Logikanya? Bagaimana mau membangun? Kalau sarana ke lokasi tersebut belum ada, atau lokasinya belum bisa didatangai. Disamping persoalan laten, yakni masih adanya tumpang tindih kepentingan kementerian/lembaga terkait yang menangani wilayah perbatasan. Terus terang itu zaman dahulu? Sekarang kan sudah sangat berbeda?

Saatnya Membangun Ekonomi Perbatasan

Sebenarnya kalau infrastruktur dan aturannya nya dibangun dan berkualitas, maka geliat ekonomi akan mencari jalannya sendiri. Hal seperti itu terlihat jelas dalam perdagangan antara Indonesia dan Malaysia di wilayah perbatasan, pulau Kalimantan. Malaysia dengan kesiapan infrastrukturnya, ternyata telah jadi “pendikte” pasar di perbatasan. Malaysia  berhasil dan dapat menghadirkan produk Malaysia di seluruh wilayah perbatasan darat ( Kalimantan) dan Laut di Kepulauan Riau, karena infrastruktur mereka telah sampai ke seluruh wilayah perbatasan. Sehingga produk Indonesia tidak akan mampu menyainginya.

Kenapa hal yang sama tidak bisa kita lakukan Indonesia?  Misalnya seperti di Wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste.  Kita juga melihat pemerintah juga membangun infrastruktur di perbatasannya. Yang terjadi malah sebaliknya, produk Indonesia meski tidak punya saingan tetapi justeru belum mampu mendikte pasar seperti yang terjadi di perbatasan Kalimantan, dimana pasar sepenuhnya dikuasai produk Malaysia. Di timor Leste produknya ada, tetapi lakunya terbatas sebab harganya sudah terlalu mahal sementara daya beli masyarakatnya rendah. Hal yang serupa bisa juga kita lihat di perbatasan antara Indonesia-PNG.

Pemerintahan Jokowi-JK telah membuka isolasi perbatasan. Tidak tanggung-tanggung.  Jalan parallel perbatasan yang selama ini hanya impian, langsung diwujudkan; 9 Pos Lintas Batas PLBN di bangun kembali dengan megah, dan membanggakan. Tol Luat dan Tol Udara di bangun, sasarannya jelas membuka isolasi wilayah perbatasan secara total. Desa-desa perbatasan di bangun lewat Dana Transfer Desa, program yang tiada duanya di Dunia dan dinilai berhasil membuat desa “menggeliat” membangun dirinya sendiri. Jokowi juga mengeluarkan program peremajaan KEBUN RAKYAT mulai dari kebun Sawit, berikutnya kebun Karet, Kebun Sahang Dll Suatu strategi yang dipercaya akan mampu menjadikan Perbatasan Halaman Depan Bangsa. Tapi seperti apa Pemda perbatasan dalam menyikapinya?

Baca Juga : Semangan Jokowi-JK Membangun Perbatasan

Disamping pembangunan infrastruktur perbatasan, pemerintah Jokowi-JK juga memperhatikan kehidupan masyarakat Desa, yakni dengan pola pembangunan Desa lewat pemberdayaan Desa, yakni dengan mengalokasikan anggaran pembangunan bagi pedesaan, suatu langkah nyata yang belum pernah ada sebelumnya. Desa kini menjadi lebih kuat setelah pemerintah juga memberikan Dana Desa lewat dengan memberikan instrumen “dana transfer” ke desa, yang disebut dana desa (DD). Desa yang telah memiliki otoritas menjadi lebih bertenaga karena bisa mengelola anggaran sendiri (anggaran pendapatan dan belanja desa/APBDesa) dengan salah satu sumbernya dari DD (di samping enam sumber lain). Dana Desa pemerintah yang diberikan ke Desa jumlahnya juga luar biasa. Pada 2015 total DD Rp 20,7 triliun (dibagi ke 74.093 desa); 2016 sebanyak Rp 46,9 triliun (dibagi ke 74.754 desa); dan pada 2017 ini akan disalurkan Rp 60 triliun (dibagi ke 74.910 desa). Penyerapan DD tergolong fantastis. Tahun pertama terserap 82,72 persen dan tahun kedua 97,65 persen, di tengah situasi regulasi yang belum terlalu mapan, sosialisasi yang dikendalai waktu, dan persebaran desa yang sedemikian luas.

Apa yang terjadi ? Hasilnya luar biasa. Berbagai perubahan  kini muncul minimal dalam dua tahun pelaksanaan program DD ini, sekurangnya LIMA HAL POKOK[1] telah dirasakan di lapangan, yakni : Pertama, desa berdenyut kembali dalam kegairahan pembangunan aneka ikhtiar pembangunan dan pemberdayaan, seperti inisiasi pasar desa atau pembentukan badan usaha milik desa (BUMDesa). Kedua, transparansi anggaran menjadi keniscayaan baru sebagai bagian dari akuntabilitas penyelenggara pemerintahan desa. Ketiga, keswadayaan dan gotong royong terlihat kokoh karena seluruh program harus dijalankan secara swakelola, tak boleh diberikan kepada pihak ketiga. Keempat, ongkos pembangunan menjadi amat murah karena dikerjakan oleh warga desa dengan semangat keguyuban tanpa harus mengorbankan kualitas. Pada 2016 saja telah terbangun hampir 67.000 kilometer (km) jalan, jembatan 511,9 km, MCK 37.368 unit, air bersih 16.295 unit, dan PAUD 11.926 unit. DD juga dimanfaatkan untuk posyandu 7.524 unit, polindes 3.133 unit, dan sumur 14.034 unit. DD juga digunakan untuk membangun tambatan perahu 1.373 unit, pasar desa 1.819 unit, embung 686 unit, drainase 65.998 unit, irigasi 12.596 unit, penahan tanah 38.184 unit, dan ribuan BUMDesa (PPMD, 2017). Dengan menggunakan ukuran apa pun, efisiensi DD sangat mengagumkan. Kelima, munculnya aneka upaya untuk memperkuat kapasitas warga dan pemberdayaan lestari dengan basis budaya dan pengetahuan lokal. Banyak desa yang menginisiasi munculnya sekolah desa, sekolah perempuan, Dll

Kini Presiden Joko Widodo disamping memperkuat kemampuan Desa, presiden Jokowi merencanakan akan melakukan peremajaan terhadap kebun rakyat. Kebun yang selama ini tidak pernah teremajakan. Sebagai langkah awal presiden Jokowi akan meremajakan kelapa sawit kebun Rakyat. Setelah kelapa sawit, peremajaan perkebunan rakyat juga akan dilakukan untuk kebun KARET, KOPI, KAKAO DAN PALA. Suatu program yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Presiden sudah melakukan penanaman perdana peremajaan kebun kelapa sawit rakyat seluas 4.400 hektare di kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Kita hanya berharap agar BNPP, Pemda perbatasan benar-benar mau melihat peluang ini dan ikut berbenah serta berperan serta dalam mewujutkan Perbatasan sebagai Halaman Depan Bangsa.

Menantikan Peran Pemda Perbatasan dan BNPP

Gubernur Kaltara menambahkan, pihaknya memprogramkan lima toko Indonesia namun anggaran satu unit yang sedang dibangun di Long Bawan Kecamatan Krayan berasal dari APBD Kaltara sebesar Rp 50 miliar. “Alokasi angaran untuk satu unit toko Indonesia di Long Bawan Kecamatan Krayan melalui APBD (Kaltara) adalah Rp 50 miliar,” kata dia. Irianto Lambrie menginginkan kelima toko Indonesia tersebut telah beroperasi pada 2018. Karena manfaatnya akan dirasakan masyarakat yang berdomisili di wilayah perbatasan RI-Malaysia

Jika toko Indonesia sudah terbangun, maka pihaknya nanti akan bekerja sama dengan Bulog untuk memasok kebutuhan pokok yang akan di jual di perbatasan. “Kami yang menanggung ongkos angkutnya. Kan ada subsidi ongkos angkut (SOA) barang,” tukasnya.Seperti diketahui, selama ini warga di perbatasan, terutama di Krayan (Kaltara) lebih banyak mengandalkan barang-barang asal Malaysia. Kalaupun ada produk dalam negeri, jumlahnya sangat terbatas. Selain itu, harga kebutuhan pokok maupun lainnya di perbatasan pun sangat tinggi. Padahal pengalaman para pedagang tradisional lintas Negara dari warga kita dari daerah Seluas-Jagoibabang (KalBar) di Pasar Tradisional Srikin (Malaysia) cukup menjanjikan. Produk – produk dari Indonesia ternyata banyak dicari warga Malaysia. Karena harga yang murah serta kualitas yang bagus.

Baca Pula : Memperkuat Ekonomi Warga Perbatasan

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita memberikan lampu hijau untuk kemudahan perdagangan lintas batas antara Kalimantan Utara (Kaltara) dengan daerah tetangga Malaysia. Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie pada bulan Maret 2017 mengatakan, ada beberapa hal penting yang dibahas bersama Mendag. Di antaranya mengenai perdagangan lintas batas antara kedua daerah berbatasan.“Saya sudah ungkapkan mengenai kondisi perdagangan di perbatasan, serta bagaimana perdagangan lintas batas. Beliau sangat merespons, dan akan menindaklanjutinya dengan segera. Hal itu dibuktikan Menteri Enggar yang akan bertemu dengan Menteri Perdagangan Malaysia dalam forum internasional di Jepang,” kata Irianto waktu itu.

Tak hanya itu, lanjut Irianto, bentuk keseriusan lainnya yang dibuktikan Mendag ialah langsung menugaskan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri ke Kaltara dan sekaligus ikut mendampingi gubernur bertemu dengan Ketua Menteri Sabah (Malaysia) pada 6 April yang lalu.“Nanti Dirjen akan menghadiri musrenbang (musyawarah rencana pembangunan) Kaltara, setelah itu akan bersama saya ke Sabah ketemu dengan Ketua Menteri Sabah. Salah satunya membicarakan perjanjian perdagangan lintas batas yang sudah ada sejak 1978 untuk direvisi,” ujarnya.

Harapannya, nanti akan terjalin kerja sama perdagangan antara kedua wilayah (Sabah, Malaysia dan Kaltara, Indonesia) yang saling menguntungkan. Tentunya dengan dukungan dari pemerintah pusat. “Jadi nanti perdagangan antara kedua wilayah ini tidak lagi sulit, tidak ada lagi perdagangan ilegal. Semua akan diatur regulasinya sehingga menjadi legal,” ungkap Irianto. Selain membicarakan perdagangan lintas batas, Mendag RI juga menyampaikan, pihaknya berkomitmen penuh pada 2018 untuk membantu pembangunan Toko Indonesia di perbatasan. Di mana fokus pendiriannya di Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan.

Hal yang tak kalah penting lainnya, lanjut Irianto, Mendag akan mengkoordinasikan dengan Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Ekonomi) untuk mendorong Sebatik sebagai Daerah Otorita. Rencananya pada 2018 akan dimulai, tentunya dengan melakukan kajian. “Nantinya akan ada satu areal yang menjadi daerah bebas perdagangan, yang dibuka secara legal, seperti di Batam (Kepulauan Riau),” ujarnya. Hal ini termasuk yang diusulkan gubernur saat rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Yang belum kita lihat itu, adalah peran BNPP sendiri. Dalam hal seperti ini. Dimanakah mereka menempatkan diri?