Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia.

Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia.

Oleh harmen batubara

Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia. Indonesia-Malaysia mempunyai batas laut dan batas darat yang terpanjang jika dibandingkan dengan 10 negara tetangga lainnya. Dalam hal batas laut terdapat di Selat Malaka khususnya bagian barat, daerah antara Johor dan Pulau Bintan, serta perairan dekat Batu Puteh[1]  di timur Singapura. Kemudian di perairan Kalimantan batas laut yang belum disepakati ada di Tanjung Datuk yang berhadapan dengan Laut China Selatan dan di Pulau Sebatik di Laut Sulawesi.

Untuk tambahan informasi. Secara umum Indonesia mempunyai perbatasan baik di darat maupun di laut. Perbatasan darat misalnya terdapat di pulau Kalimantan. Mulai dari barat antara Negeri Sarawak Malaysia Timur dengan Provinsi Kalimantan Barat. Kemudian perbatasan antara Negeri Sabah Malaysia Timur dengan Provinsi Kalimantan Timur, juga dengan Kalimantan Utara.

Baca  Juga   : Konflik Laut China Selatan, Bisakah China Dilumpuhkan

Dari seluruh batas wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, batas terpanjang memang dengan Malaysia. Baik perbatasan darat, begitu juga dengan batas lautnya.  Juga dapat diinformasikan bahwa Indonesia dan Malaysia hanya mempunyai perbatasan di satu Pulau yakni Pulau Sebatik (Sabah-Kalimantan Utara). Perundingan batas wilayah laut andata kedua Negara dilakukan berdasarkan UU UNCLOS. Batas maritim Indonesia-Malaysia mencakup  semua batas wilayah laut yang belum disepakati.

Yang terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif, Batas Laut Teritorial, dan Landas Kontinen. Saat ini sebagian besar Batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen telah disepakati, baik oleh Indonesia maupun Malaysia. Persetujuan Batas Laut Teritorial telah mencapai lebih dari 80 persen, yang belum disepakati masih tersisa 20 persen, yaitu sepanjang hampir 50 mil laut atau 92,6 kilometer.

Perbatasan Laut Indonesia-Malaysia Panjang &Rumit.

Perselisihan Batas laut antara Indonesia-Malaysia terdapat di bagian barat, yakni daerah ”yang belum jelas ” itu berada di selatan Selat Malaka, wilayah laut antara Johor dan Pulau Bintan. Serta perairan dekat Batu Puteh[1]  di timur Singapura. Di perairan Kalimantan batas yang belum disepakati ada di Tanjung Datuk yang berhadapan dengan Laut China Selatan. Dan di Pulau Sebatik di Laut Sulawesi.

Terkait Landas Kontinen yang sudah disepakati mencapai lebih dari 95 persen, atau masih menyisakan batas 5 %. Atau berjarak kurang dari 100 mil atau 185,2 kilometer, yaitu di Ambalat Laut Sulawesi. Namun, hingga kini Zona Ekonomi Eksklusif di perbatasan kedua negara belum ada satu pun yang disepakati. Padahal, kawasan ini memiliki arti penting bagi aspek ekonomi karena Zona Ekonomi Eksklusif mengandung potensi perikanan dan nilai strategis dari aspek transportasi laut.

Perundingan Batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen dilaksanakan setelah keluarnya UNCLOS I tahun 1958. Perundingan Indonesia-Malaysia untuk dua batas itu dilaksanakan sejak tahun 1969 hingga 1972. Adapun ketetapan tentang Zona Ekonomi Eksklusif, baru dikeluarkan pada UNCLOS III tahun 1982. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia mencapai total 1.200 mil atau 2.222 kilometer. ”Zona sepanjang ini belum ada yang disepakati.  Zona itu meliputi garis sepanjang 300 mil laut di Selat Malaka, 800 mil laut di Laut China Selatan, dan sekitar 100 mil laut di Laut Sulawesi.

Melihat Cara Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia.

Indonesia-Malaysia sepakat untuk menjadikan Hukum Laut UNCLOS sebagai rujukan. Tetapi ternyata dalam pelaksanaannya, Malaysia berbeda pandangan terkait penetapan Batasnya.  Hal ini terdapat pada masalah batas Zona Ekonomi Eksklusif. Seperti kita ketahui Zona Ekonomi Eksklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai. Yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya. Kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.

Dalam perundingan batas laut antara Indonesia-Malaysia yang jadi masalah adalah khususnya ”Di antara perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif tersebut. Yang sering menimbulkan konflik ada di Selat Malaka. Karena Malaysia menarik garis masuk ke dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif yang ditetapkan Indonesia hingga sejauh 9 mil”

Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.  Berdasarkan UU No 4 Prp tentang Parairan tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.

Paket Tiga Buku Perbatasan
Paket Tiga Buku Perbatasan

Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia.

Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut.

Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969. Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka.

Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara. Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.

Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia. Secara Teknis Mudah.

MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jarak dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar. Titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal, jelas jelas merugikan pihak Indonesia. Karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.

Secara teknis sebenarnya penegasan batas, baik itu batas laut ataupun batas darat sesungguhnya tergolong sangat mudah. Tetapi entah kenapa, selalu saja masalah penyelesaian batas kedua negara selalu bertele-tele dan melelahkan. Misalnya kita bisa melihat cara Malaysia dalam perundingan Batas Darat di wilayah Simantipal. Sebenarnya kedua Negara sudah sepakat untuk melakukan pengukuran batas secara bersama. Memakai Rujukan yang sama, membentuk Tim Bersama, memakai Data yang sama.

Hasilnya juga sudah disepakati. Tetapi kemudian mereka ujung-ujung menolak hasilnya. Mereka menolak karena menginterpretasikan Rujukannya secara berbeda. Tapi untunglah ahirnya pada tahun 2021 mereka mengakui Wilayah Simantipal dan wilayah antara C.500-C.600 adalah wilayahnya Indonesia. Perundingan Batas Negara antara Indonesia sesungguhnya berjalan dalam suasana persahabatan. Sesuai kesepakatan, setiap tahun perundingannya mesti gonta-ganti lokasi.

Kalau tahun ini di Indonesia, maka tahun depannya nanti dilaksanakan di Malaysia. Kotanya tinggal pilih dan disepakati bersama. Namun sebenarnya, yang paling mendasar itu. Kedua negara sepertinya tidak mempunyai komitmen yang jelas. Tidak ada batas waktu dan programnya hanya dibuat “seenaknya” bersama. Bukan apa-apa sebab perundingannya juga cukup menarik. Selesai acara perundingan, biasanya diikuti dengan olah raga Golf, dan juga Kota perundingannya pasti memilih Kota-Kota wisata terbaik dari kedua Negara.

Baca Juga  : Indonesia – Malaysia Sepakat Garis Batas OBP Simantipal dan C500-C600

Melanjutkan Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia.

Hasilnya? Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara. Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka. Sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral.

Literasi Perbatasan
Literasi Perbatasan

Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL. Batas laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara. Yang letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state. Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jarak dan Pulau Perak sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut. Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat Malaka.

Dalam hal penetapan batas wilayah perairan laut di selat malaka, perlu juga kita memperhatikan adanya putusan ICJ terkait sengketa batas antara Malaysia dengan Singapura di Pulau Batu Puteh. [1] Pada tanggal 23 Mei 2008 International Court of Justice ( ICJ) telah memutuskan kasus sengketa kedaulatan atas Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh. Middle Rocks dan South Ledge antara Malaysia dan Singapura, dengan rincian sebagai berikut : Bahwa kedaulatan atas Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh adalah milik Republik Singapura. Bahwa kedaulatan atas Middle Rocks adalah milik Malaysia.

Kepemilikan Pedra Branca dan Penyelesaian Perselisihan batas laut Indonesia-Malaysia.

Bahwa kedaulatan atas South Ledge “belongs to the State in the territorial waters of which it is located” Komplikasi garis batas menjadi semakin bertambah karena terdapat LTE South Ledge. “Pemilik” laut territorial di kawasan South Ledge berarti memiliki kedaulatan atas LTE tersebut. Dalam hal ini, meskipun Mahkamah “hanya” menyebutkan overlapping territorial waters Malaysia dan Singapura. Namun perairan tersebut juga terletak dalam jarak 12 mil laut dari baselines Indonesia. Secara  yuridis  ketiga negara memiliki  peluang  yang sama untuk “memiliki” South Ledge, dan keputusannya akan tergantung konfigurasi garis batas berdasarkan perundingan.

Keputusan ICJ tentang kepemilikan Pulau Pedra Branca belum sepenuhnya menyelesaikan sengketa antara Singapura dan Malaysia, tetapi  nantinya  penyelesaian batas maritim di perairan tersebut akan memerlukan keterlibatan Indonesia pada lokasi yang merupakan titik temu batas maritim ketiga negara. Khususnya  penentuan  garis batas laut teritorial di Utara Pulau Bintan.  Diperlukan 2 (dua) solusi untuk  persiapan  sebelum perundingan  penentuan   batas laut territorial  di perairan Utara Pulau Bintan, yaitu : pertama, melakukan exercise garis batas laut teritorial dan kedua, melaksanakan  field check lapangan  atau survei  dan pemetaan  hidro-oseanografi sekala detail.