Pelajaran Dari Marawi,Penyusupan Dari Perbatasan

Pelajaran Dari Marawi,Penyusupan Dari Perbatasan

Oleh harmen Batubara

Pertempuran di Marawi tahun 2017 bermula dari menyebarnya pengaruh kelompok militan di Pulau Mindanao itu. Pemerintah Filipina khawatir, kelompok ini menerima pendanaan dari ISIS itu berambisi untuk menjadikan pusat operasional ISIS di kawasan Asia Tenggara. Ketakutan itu ditambah dengan kemampuan pemberontak untuk merekrut pejuang muda, menimbun senjata dalam jumlah besar, dan mengacaukan stabilitas keamanan kawasan karena aksi penyanderaan.

Aksi pemberontakan di Marawi, Filipina, membuat Pemerintah Indonesia meningkatkan pengamanan di wilayah perbatasan dengan Filipina, khususnya di wilayah Pulau Sebatik dan sekitarnyadi Kalimantan Utara dan di wilayah Pulau Mingas dan sekitarnya Sulawesi Utara. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, hal ini dilakukan untuk mencegah teror meluas.”Pengamanan pasti ditambah. Pemerintah sudah mengantisipasi, baik di tingkat daerah maupun pusat. Ini memerlukan kepedulian kita semuanya agar jangan sampai ada yang masuk ke wilayah kita untuk melakukan aktivitas (terorisme),” kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Minggu (28/5/2017).

Pertempuran pecah sejak Selasa (23/5/2017), setelah militer Filipina menggerebek satu rumah yang diyakini sebagai tempat persembunyian komandan kelompok Abu Sayyaf dan pemimpin kelompok yang telah berbaiat dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), Isnilon Hapilon.Puluhan anggota milisi bersenjata menghadang gerak tentara pemerintah, memicu pertempuran sengit di beberapa titik kota. Milisi sempat mengibarkan bendera ISIS. Sejumlah warga Indonesia dilaporkan terlibat dalam aksi itu dan beberapa diantaranya tewas.

Setyo menjelaskan, saat itu perbatasan terdekat dari Filipina ada di Miangas-Marore, Sulawesi Utara. Jarak dari sana ke Filipina hanya membutuhkan waktu lima jam perjalanan laut.Setyo memastikan, pihaknya turut mengamankan kepulauan terluar di utara Indonesia ini.”Saya kira rekan-rekan di perbatasan, TNI-Polri, bahkan masyarakat di sana sudah ada kepedulian untuk mengantisipasi itu,” ujarnya.

Perbatasan Sebagai Pintu Keluar dan Masuk

Indonesia dan Filipina mempunya perbatasan laut di Laut Sulawesi dan Laut Mindanao mulai dari Pulau Mingas – hingga ke wilayah dekat Sebatik . Dalam sejarahnya Filipina pernah mengklaim Pulau Miangas sebagai miliknya (Treaty Of Paris 1898 vs UNCLOS 1982), tetapi dalam perundingan Batas ke dua negara tahun 2004 di Menado, Filipina resmi mengakui bahwa Pulau Miangas adalah bagian dari Wilayah RI. Kemudian pada tanggal 12 Mei 2014 kedua negara sepakat atas garis batas ZEE yang tumpang tindih di Laut Mindanao, Laut Sulawesi dan Laut Filipina. Secara keseluruhan hubungan kedua negara terjalin dengan baik.

Perang Marawi meski di trigger oleh adanya ISIS tetapi secara umum sebenarnya ini adalah bagian dari perang saudara yang tidak pernah terselesaikan. Bisa diduga kekerasan perang ini akan berjalan dalam waktu yang lama. Kecuali pemerintah berhasil mengajak para pemberontak separatis dan Komunis mau bersatu melawan ISIS Marawi; dan kemudian mereka mau ke meja perundingan dan mau menyelesaikan permasalahan mereka dengan cara Dialog. Bisa pula diduga akan terjadi gelombang “pengungsi” berikut adanya penyusupan oleh para ahli strategi nya masing-masing. Kalau itu terjadi sebaiknya Indonesia harus mempersiapkan diri sejak dini terkait berbagai implikasi yang bakal terjadi.

Baca Juga   :  Pengamanan Perbatasan Menjaga Kedaulatan

Fakta memperlihatkan bagaimana pergerakan penduduk lokal ketika di wilayah mereka terjadi “perang saudara”, Kita punya pengalaman takkala terjadinya peristiwa Permesta, DI/TII. Begitu juga ketika terjadi “perang saudara di daerah Aceh”. Bahkan ketika “ pendudukan Sabah” oleh para pengikut Sultan Zulu terjadi, kita dapat melihat dinamikan dan pergerakan penduduk lokal. Hanya saja karena kejadiannya relative berada di satu wilayah, maka rembesannya ke negara tetangga masih sangat terbatas. Umumnya masih tidak jauh dari sekitar batas provinsi yang bersangkutan. Pada zaman dahulu bisa jadi implikasinya tidak begitu terasa. Tetapi di era seperti sekarang ini? Ketika pilihan dan peluang begitu banyak. Maka bukan tidak mungkin rembesan itu akan meluber ke negara tetangga. Kita hanya ingin mengingatkan agar pemerintah “lebih peka” mengantisivasinya.

Peluang Bersama Perangi ISIS

Presiden Rodrigo Duterte mengajak kelompok pemberontak Moro untuk bergabung dengan pasukan pemerintah melawan militan ISIS dan para simpatisannya dalam pertempuran melawan militan terafiliasi ISIS di Marawi, Mindanao, Filipina. Duterte mengatakan akan memperlakukan gerilyawan komunis dan separatis sama seperti tentara pemerintah jika mereka mau bergabung bertempur melawan kelompok ISIS yang melakukan perlawanan belakangan ini.

Kalau para pemberontak separatism dan komunis setuju, Eks Wali Kota Davao itu menyatakan bisa menciptakan sebuah divisi baru untuk mengakomodasi pemberontak, yang menurutnya memiliki pengalaman dan penguasaan medan tempur yang bisa dimanfaatkan. “Saya akan mempekerjakan Anda sebagai tentara dengan bayaran serta hak istimewa yang sama dan saya akan membangunkan Anda rumah di beberapa area,” kata Duterte, saat mengunjungi markas militer di Jolo, Minggu (28/5).

MILF dan MNLF telah melancarkan pemberontakan dan gerakan separatisme sejak akhir 1960-an. Kedua kelompok itu telah menandatangani kesepakatan damai secara terpisah dengan pemerintah. Namun, kesepakatan itu belum sepenuhnya dilaksanakan.Duterte menyebut, pendiri sekaligus pemimpin MNLF, Nur Misuari, telah mengirimkannya surat berisikan pernyataan bahwa pasukan MNLF bersedia bergabung secara sukarela dengan pemerintah dalam pertempuran di Marawi dan sejumlah wilayah lainnya di Provinsi Lanao del Sur.

Duterte juga meminta oposisi komunis New People’s Army (NPA) menghentikan perang gerilya dan mulai bekerja sama dengan pemerintah.Tawaran kepada kelompok separatis ini datang setelah Duterte membatalkan pembicaraan damai terakhir dengan NPA, menuding pemberontak merencanakan lebih banyak perlawanan terhadap pemerintah.”Jika pemberontakan ini terus berlanjut, dan Anda [separatis] ingin bergabung, ambilah kesmepatan untuk bergabung dengan negara,” kata Duterte.

Baca  Juga  :  Sinergi Bersama Mengikis Kekuatan Separatisme

Yang terlihat waktu itu adalah bagaimana para pejuang jihadis yang dibantu ISIS itu, sudah punya persiapan yang jauh lebih baik. Mereka melakukan penyanderaan di Marawi, mereka juga mampu menggunakan taktik, teknik, dan praktik yang lebih canggih daripada yang pernah ditemui pasukan militer Pilifina, AFP. Mereka juga memiliki teropong dan senapan penembak jitu,  mereka juga punya kemampuan menanam sejumlah besar bom rakitan di gedung-gedung dan di sepanjang lokasi yang kemungkinan besar dilalui pasukan pemerintah. Mereka menggunakan drone multirotor untuk melakukan pengintaian terhadap disposisi pasukan pemerintah. Mereka menggunakan kacamata penglihatan malam hari dan perlindungan pasukan. Mereka bahkan menggunakan alat apung untuk berenang melintasi Danau Lanao, danau air tawar terbesar kedua di negara itu, tempat kota Marawi dibangun. Jelas mereka  mampu untuk memperlambat pergerakan pasukan Filipina yang berupaya memasuki kota itu.

Pada 17 Oktober 2017, setelah hampir lima bulan pertempuran, Presiden Duterte menyatakan bahwa kota Marawi bebas dari pengaruh teroris. Sehari sebelumnya, pasukan AFP telah membunuh para komandan utama kelompok teroris, Hapilon dan Omar Maute. Marawi secara resmi dikuasai kembali pada 23 Oktober 2017, tepat lima bulan setelah invasi awal, ketika Prajurit AFP merobek bendera hitam ISIS dan Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengumumkan berakhirnya pertempuran itu. Semua pemimpin pemberontak tewas kecuali beberapa orang yang berhasil melarikan diri selama fase pertama konflik.

Secara keseluruhan, Prajurit AFP membunuh 920 teroris, termasuk 32 pejuang asing dari berbagai negara termasuk India, Indonesia, Malaysia, Maroko, Arab Saudi, dan Yaman. Di pihak Pilifina, setidaknya 165 Prajurit AFP dan petugas kepolisian Filipina serta 87 warga sipil gugur dalam pertempuran itu. Lebih dari 400.000 orang melarikan diri dari rumah mereka di kota itu dan daerah sekitarnya, setengahnya dianggap sebagai pengungsi internal. Beberapa bagian kota rata dengan tanah, beberapa bagian lainnya tidak dapat dihuni akibat adanya artileri yang belum meledak. AFP juga menyita lebih dari 850 senjata api berkekuatan tinggi dan 100 persenjataan lainnya.

Pada ahirnya memang Filipina mampu merebut kembali Kota Marawi, tetapi semuanya sudah terlanjur hancur, nyaris rata dengan tanah. Filipina percaya ada  begitu banyak faktor yang berkontribusi pada kesuksesan mereka kami, ujar Pamonag. Letnan Jenderal Danilo G. Pamonag, adalah Komandan Komando Luzon Selatan Angkatan Bersenjata Filipina “Armed Forces of the Philippines – AFP”.  “Pendekatan multilateral dan antarlembaga memungkinkan kami untuk memanfaatkan kerja sama dari setiap pihak. Instansi pemerintah nasional dan lokal, lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional, dan semua perangkat pemerintah dilibatkan sehingga memungkinkan kami untuk memenangkan dukungan rakyat. Masing-masing memiliki peran penting yang dimainkan,” ungkap Pamonag. “Dengan membuat mereka merasa bahwa mereka merupakan bagian dari kampanye kami, kami dapat membuat dan melegitimasi operasi kami.” Akan tetapi, masyarakat Marawi membayar biaya yang mahal, yang akan terasa selama beberapa waktu. Hingga kini, pembangunan kembali Kota itu ternyata tidak berjalan sesuai harapan. Kini puing-puing itu masih terlihat dimana-mana. Semua kita mestinya bisa mengambil pelajaran dari sana.