Oleh harmen batubara
Kapal besar KM Golden Fortune kapal Cargo dengan Daya dukung 81600 t DWT dengan drafnya 7 meter serta panjang kapal keseluruhannya (LOA) 229 meter dan lebarnya 32 meter. Bertolak dari Pelabuhan Jingjiang China berlayar dengan kecepatan 12,8 knot tiba di Pelabuhan Kijing Kalimantan Barat. KM Golden Fortune adalah kapal yang digunakan untuk mengangkut CPO oleh PT Energi Unggul Persada (EUP), Wilmar Group, yang bergerak di bidang pengolahan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit. Hal ini menandai pembukaan Pelabuhan Internasional Terminal Kijing, Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat secara Resmi Beroperasi, Kamis 27082020. Terminal Kijing terdiri atas terminal peti kemas berkapasitas hingga 1,95 juta TEUs setahun, terminal curah cair mencapai 12,1 juta ton per tahun, curah kering 15 juta ton per tahun dan terminal multipurpose sebesar 1 juta ton per tahun.
Kalimantan Barat dikenal memiliki 5 komoditi ekspor yang terdiri dari Alumina, bahan baku karetolahan Karet, bahan kimia anorganik bijih alumunium dan konsentratnya, bahan kayu & kayu lapis ; crude palm oil (CPO); barang rajutan dan buah-buahan. Selama ini Dari Ekspor dan Import saja Indonesia harus nebeng Pelabuhan Singapore atau Malaysia. Padahal seperti kita pahami, Indonesia mengalami Potensi Kerugian rata – rata US$ 300 Juta per tahun, karena sistem dan tara niaga pelabuhan Internasional. Sebab selama ini, Ekspor harus transit dahulu di pelabuhan Singapore sebelum ke Negara tujuan …sesuatu yang sungguh tidak nyaman dan merugikan.
BPH Migas menyatakan terus berupaya memaksimalkan utilisasi sektor Hilir Migas di Terminal Kijing, Mempawah, Kalimantan Barat, bersama Pertamina dan AKT. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menyepakati kajian akademik dengan Universitas Tanjungpura.”Terminal Kijing adalah pelabuhan yang orisinil dibangun PT Pelindo mulai dari nol, karena itu, pemanfaatannya mesti dimaksimalkan,” ujar Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa[1] atau Ifan saat meninjau Terminal Kijing, Selasa (18/5/2021).
Diproyeksikan menjadi kawasan pelabuhan terbesar di Kalimantan, sekaligus sebagai salah satu pelabuhan strategis Indonesia, Terminal Kijing memiliki total luas 200 hektare dengan restle sepanjang 3,45 km. Terminal ini dirancang mampu melayani kapal kontainer berkapasitas di atas 10 ribu TEUs (twenty-foot equivalent unit) dengan ukuran kontainer sebesar 20 feet dan 40 feet yang berarti 2 TEUs, sedangkan terminal peti kemas memiliki kapasitas 2 juta TEUs per tahun.
Saya masih ingat Jokowi dan Ibu Iriana Joko Widodo tiba di PLBN Entikong pada pukul 09.40 WIB tanggal 12-12-2016 bersama dengan Menteri Dalam Negeri kala itu Tjahjo Kumolo, Menteri Koordinator PMK Puan Maharani, dan Mensesneg Pramono Anung, serta Gubernur Kalimantan Barat Cornelis MH setelah selesai menghadiri Peringatan Hari Kesetiakawanan Nasional di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Presiden Joko Widodo meresmikan beroperasinya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat. Dalam sambutannya, Jokowi merasa puas lantaran penyelesaian PLBN Entikong bisa tepat waktu. Bahkan, saat ini sudah lebih baik dari pos lintas batas milik Malaysia sesuai keinginannya.”Saya beri waktu dua tahun sejak 2014 dan secara singkat saya minta ini harus lebih baik dari di sana (Malaysia). Sekarang kata Menteri PUPR ini udah lima kali lebih baik dari yang di sana, tapi akan saya cek lagi nanti,” tutur Jokowi.
PLBN Entikong & Pelabuhan Kijing Sarana Ekspor Impor KalBar
Setelah peresmian ini, Jokowi meminta semua pihak untuk menggerakkan roda ekonomi di Entikong dan memanfaatkan keuntungan sebesar-besarnya dari keberadaan PLBN Entikong. Jokowi minta dibuat pasar yang besar, lokasinya sudah ditentukan agar masyarakat bisa menikmati pergerakan ekonomi di PLBN. “Agar masyarakat bisa ambil keuntungan sebesarnya dari perbaikan PLBN ini. Untuk sinergi yang lebih baik PLBN Entikong akan didukung oleh Pelabuhan Kijing Mempawah. Recananya Pemda dan Pelindo II akan bekerja sama untuk membangun Pelabuhan Internasional Pantai Kijing, Mempawah. Rencananya, tahap pertama pembangunan itu akan selesai pada 2017 kemudian diharapkan dapat selesai pada 2020. Dengan adanya pembangunan pelabuhan Internasional Kijing ini, Kalimantan Barat dapat memiliki dua pintu ekspor dan impor, yakni pelabuhan Kijing dan jalur darat melalui Pos Pemeriksaan Lalu Lintas (PLBN) Entikong yang tentu masih perlu dikembangkan infrastrukturnya.
Pembangunan pelabuhan Kijing sendiri akan menggunakan dana dari Pelindo, sementara lahannya disediakan oleh Pemda (Kab Mempawah) sekitar 5000 ha; Jadi tidak menggunakan dana APBN. Nantinya Pelabuhan Intl Kijing akan menjadi pelabuhan di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I yang meliputi Sumatera dan Kalimantan Barat. Kawasan ini akan menjadi pelabuhan padat. “Ekspor Kalbar bisa melalui pelabuhan ini. Jadi kalau kita ekspor CPO tidak lagi melalui pelabuhan tetangga (Malaysia).Selama ini untuk mengekspor komoditas andalan seperti CPO, harus melalui pelabuhan lain, seperti Belawan. Jadi Pemda Kalbar tidak mendapatkan pajak dari ekspor tersebut. Kalau pelabuhan ini bisa dibangun, pajaknya bisa masuk ke kita (Kalbar).
Baca Juga : Kaltara Membangun Halaman Depan Bangsa
Jokowi waktu itu menambahkan yakin dan percaya kalau sinergi seperti itu bisa terwujud, harga produk di perbatasan akan beda. Harga produk kita bisa lebih kompetitif dari negara lain, lebih banyak bisa ekspor ketimbang impor,” tambah beliau.Terus terang sebagai pemerhati perbatasan, “rasanya ada kebanggaan jadi Bangsa Indonesia saat melihat bagaimana PLBN ini dibangun dengan “Hati” oleh pemerintahan Jokowi. Ternyata kalau kita mau, pimpinannya amanah, dan terbukti bangsa kita bisa melakukan sesuatu yang bermakna demi kejayaan bangsanya. Sesuatu hal yang selama ini, sungguh sulit untuk diharapkan.
Saya masih ingat di awal tahun-tahun 80an, saat Tim saya melakukan pengukuran perbatasan RI-Malaysia di wilayah Entikong dan sekitarnya. Saya melihat, backhoe nya Malaysia meratakan tanah di sebelah mereka dengan cermat dan terpola dengan skala yang pantas guna mematangkan lokasi agar siap di bangun. Mereka juga membangun Rusun empat Lantai untuk para petugas mereka yang bertugas di PLBN tersebut. Sementara Indonesia, sungguh terlihat apa adanya. Sudah lokasinya tidak dimatangkan terlebih dahulu, masing-masing instansi membangun sendiri-sendiri kantor dan rumah dinasnya. Kotoran sisa yang ada, hanya di dorong ke sebelahnya. Begitu juga dengan kantor lainnya, datang dan bangun serta kotorannya di dorong entah kemana. Para pedagang juga polanya sama, mereka membuat bedeng dan membuang sampah dimana saja. Sekilas terlihat, betapa PLBN dari sisi Indonesia itu begitu kotor,berdebu dan sampah serta tumpukan sisa urugan dimana-mana. Sementara di sebelah Malysianya, begitu asri dan bersih. Terus terang, sebagai warga Indonesia saya merasa malu. Masak sih, nggak ada pola kerja sama antar intansi sekali? Dari sisi biaya? Saya yakin kedua belah pihak, pengeluarannya hamper sama. Tapi hasilnya sangat kontras.
Semangat Baru & Kerja Sama Terpadu
Soal sarana export dan impor ini memang, menjadi inti sebuah PLBN tetapi nampaknya hal itulah yang seolah terlupakan selama ini. Sayang sekali negara kepulauan Nusantara yang demikian strategis itu, ternyata belum mampu membuka diri dan menjadi pelaku serta punya sarana serta fasilitasi pendukung kepentingan perdagangan internasionalnya. Khususnya dalam bidang ekonomi perdagangan. Bayangkan selama ini ini, ekspor atau impor di kawasan tengah dan timur wilayah Indonesia semuanya masih harus dilakukan melalui pelabuhan di Jakarta, Surabaya, atau Semarang. Misalnya kalau ada para pebisnis CPO Kelapa sawit yang akan mengekspor hasilnya keluar negeri mereka harus mengurusnya ke Jawa. Bayangkan berapa besarnya biaya yang akan jadi beban tambahan para pebisnis seperti mereka, kalau mereka berbisnis di Sumatera sebelah barat, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Suatu ironi yang amat sangat. Kini semua itu akan berubah.
Tebedu, Sarawak (juga dikenal sebagai Tepedu) adalah sebuah kota perbatasan di Kabupaten Serian barat daya Sarawak, Malaysia, di perbatasan Malaysia-Indonesia. Terletak ± 1.5 km dari Entikong. Tebedu berada di tanah perbatasan antara Malaysia dan Indonesia. Hal ini terletak di sepanjang jalan utama yang menghubungkan Kuching, Sarawak, dan Pontianak, Kalimantan Barat. Pada tahun 2010, MATRADE Sarawak Direktur Omar Mohd Salleh menyatakan bahwa lebih dari 90% perdagangan ekspor Sarawak melewati Sungai Tujoh (di perbatasan dengan Brunei) atau melalui Tebedu. Sekarang Tebedu sudah jadi bagian kawasan pelabuhan Darat Kota Kuching ( Ibu Kota Sarawak). Terminal Darat pertama dan di perbatasan RI-Malaysia- Sarawak. Di bawah yurisdiksi Otoritas Pelabuhan Kuching, dioperasikan dan dikelola oleh SM Inland Pelabuhan Sdn Bhd, operator pelabuhan yang disetujui dan ditunjuk oleh Pemerintah Sarawak pada tahun 2004.
Tujuannya Pemerintah Negara Sarawak dalam pembentukan Tebedu Inland Port adalah untuk memantau, mengatur dan mengontrol pergerakan barang dalam rangka memfasilitasi dan meningkatkan perdagangan lintas batas. Inisiatif ini dalam hubungannya dengan perkembangan Tebedu Industrial Estate dan Bandar Mutiara, New Tebedu Township akan memiliki efek sinergis dan multiplier efek dalam pembangunan ekonomi regional di wilayah perbatasan, yang memungkinkan warga Kalimantan Barat, Indonesia dan Sarawak untuk berbagi dalam kemakmuran. Kita tahu selama ini, boleh dikatakan semua produk Indonesia hampir semuanya memanfaatkan “fasilitas ekspor negara tetangga, khususnya Singapura dan Malaysia). Barang kita yang punya, tapi untung dan nama tetangga yang dapat. Tetapi kita bertekat untuk berbuat sesuatu yang lebih baik, lebih baik bagi kepentingan nasional kita, tanpa merugikan negara tetangga.
Hal seperti itulah yang terlihat. Hal seperti itulah yang menggembirakan, khususnya adanya semangat yang kuat dari Pemda Kal Bar dalam mengembangkan pembangunan infrastruktur Ekspor-Impor di daerahnya, khusus nya terkait peningkatan sarana PLBN Entikong dan adanya Pelabuhan Kijing Internasional. Indonesia tidak lagi sepenuhnya tergantung pada Negara tetangga.
Baca Juga : Tol Laut Dalam Pengembangan Ekonomi Perbatasan
Pelabuhan Kijing dirancang sebagai pelabuhan HUB untuk mampu melayani kapal kontainer ukuran besar dengan kapasitas di atas 10 ribu twenty foot equivalent units (TEUs). Terminal peti kemas Kijing juga disiapkan dengan kapasitas 2 juta TEUs per tahun yang akan terintegrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang diharapkan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi khususnya di Kalimantan Barat.
Dipercaya setelah pelabuhan ini terbangun, akan ada banyak kargo yang melintas di sana. Pelabuhan ini, akan menjadi salah satu bagian dari program tol laut Jokowi. Pemda berharap pelabuhan Kijing jadi bagian dari Tol Laut Jokowi. Ini multiplier effectnya akan sangat besar. Ditambah lagi kalau jalan Tol Pontianak-Entikong sudah ada dan beroperasi.
Dengan adanya program tol laut ini, perdagangan di Indonesia yang selama berpusat di Jawa akan bergeser ke daerah-daerah lain, termasuk Kalimantan. Memang dibutuhkan waktu untuk menjadikan wilayah tengah dan timur sebagai pintu ekspor. Sebab, industri harus dikembangkan terlebih dahulu. Untuk menggapai target itu, pemerintah kini tengah menyusun payung hukum yang akan mengatur agar impor beberapa komoditas tertentu tidak boleh masuk ke pelabuhan di kawasan Indonesia Barat, melainkan harus masuk melalui pelabuhan di kawasan Indonesia Timur. Memang ada skema perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) memang membuat Indonesia tidak bisa menolak impor produk-produk dari negara yang sudah meneken perjanjian FTA. Padahal, arus barang melalui kawasan Indonesia Barat seperti Batam dan Jakarta sudah sangat padat.
Selain itu, karena masuk dari wilayah barat, ketika kemudian didistribusikan ke wilayah timur, barang-barang menjadi lebih mahal. Karena itu, menggeser pintu masuk impor ke wilayah timur dan tengah ibarat sekali dayung dua pulau terlampaui. Yakni, mengembangkan wilayah timur sekaligus membuat harga produk di wilayah timur menjadi lebih murah. Langkah itu sekaligus merespons pergeseran kekuatan ekonomi dunia yang duhulu berada di barat, khususnya Eropa, melintasi Samudra Atlantik. Namun, dalam beberapa dasawarsa terakhir, negara-negara di sepanjang Samudra Pasifik –yang dimotori Jepang, lalu diikuti Korea Selatan serta Tiongkok– menjadi kekuatan ekonomi baru dunia.
Kita tahu, disamping PLBN Entikong, Pelabuhan Internasional Kijing, PLBN Aruk pemerintah kini sudah selesai membangun simbol simbol kedaulatan Negara berupa pembagunan kembali 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Adapun ke 7 PLBN yang tersebut yaitu PLBN Motaain, Motamasin, dan Wini di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian di Kalimantan Barat ada Aruk, Nanga Badau dan Entikong, dan di Papua ada di Skouw. Sebenarnya ke 7 PLBN tersebut sebelumnya sudah ada namun dianggap tidak layak sehingga diratakan dan kemudian dibangun baru.Selain 7 PLBN tersebut ada tambahan 2 PLBN lagi yang akan diperbaiki yaitu PLBN Oupoli dan Waris yang masih dalam tahap Pra Design. Membangun Infrastruktur di perbatasan dimulai dari sekitar PLBN yakni infrastruktur yang bisa mempercepat pengembangan Kawasan Perbatasan, seperti pasar, perumahan, dll. Kita berharap Pemda terkait disekitar PLBN tersebut juga ikut berperan aktif untuk membuka isolasi di wilayahnya, yakni dengan memperkuat sarana Ekspor dan Impor bagi kesejahteraan Rakyat.
[1] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210519160827-90-644346/bph-migas-dukung-optimalisasi-pelabuhan-kijing