Perbatasan Laut Dengan Negara Tetangga

Perbatasan Laut Dengan Negara Tetangga

Negara kepulauan Indonesia berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh negara). Di darat, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yaitu : (1) Malaysia; (2) Papua New Guinea ; dan (3) Timor Leste. Sedangkan di wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu : (1) India, (2) Malaysia, (3) Singapura, (4) Thailand, (5) Vietnam, (6) Filipina, (7) Republik Palau, (8) Australia, (9) Timor Leste dan (10) Papua Nugini. Perbatasan laut ditandai oleh keberadaan 193 Tititk-Titik Dasar yang bisa ditemukan di 92 pulau-pulau terluar yang menjadi titik  awal menentukan garis batas laut.

profil perbatasan laut indonesia
profil perbatasan laut indonesia

Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena merupakan daerah yang rawan keamanan telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan.

Tetapi kini semuanya sudah berubah, khususnya setelah pemerintahan Jokowi-JK   Sesuai dengan konsep Nawacita, Strategi Pengembangan Perbatasan adalah dengan “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Dalam inplementasinya pembangunan perbatasan dalam kerangka Nawacita, di terjemahkan menjadi strategi pembangunan wilayah perbatasan, dengan melaksanakan:

Membangun sarana Jalan paralel perbatasan, untuk membuka isolasi wilayah perbatasandan menggairahkan pembangunan di kawasan. Itu bermakna akan ada jalan paralel perbatasan dalam rentang 2004 km di RI-Malaysia di Kalimantan; 820 km RI-PNG di Papua; dan 300 km di perbatasan RI dengan Timor Leste.

Baca Juga   :  Konflik Perbatasan, Penegasan Ulang Kedaulatan 

Total panjang jalan paralel perbatasan Indonesia – Malaysia mencapai 2.101 Km lebih, untuk daerah berat dan sulit Kementerian PUPR menggandeng  Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat. Dalam program ini panjang jalan yang ditangani TNI AD sepanjang 249 km, tersebar di Kalimantan Barat 171 km,  78 km di Kalimantan Utara. Pekerjaan akan dilakukan secara simultan. “Artinya, begitu pembukaan lahan selesai maka tim kontraktor akan langsung menyambung dengan melakukan agregat dan perkerasan badan jalan di belakangnya. Jadi nggak tunggu-tunggu, begitu terbuka langsung disambung. Diharapkan Jalan 2.101 Km paralel  Perbatasan RI-Malaysia ini akan tersambung  pada tahun 2018. Saat ini dari total 2.101 km panjang jalan paralel perbatasan ini, sekitar 703 km masih belum tersambung namun demikian diharapkan pada tahun 2018 semuanya sudah selesai.

Membangun symbol symbol kedaulatan Negara berupa pembagunan kembali 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Adapun ke 7 PLBN yang saat ini tengah dikerjakan yaitu PLBN Motaain, Motamasin, dan Wini di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian di Kalimantan Barat ada Aruk, Nanga Badau dan Entikong, dan di Papua ada di Skouw. Sebenarnya ke 7 PLBN tersebut sebelumnya sudah ada namun dianggap tidak layak sehingga diratakan dan kemudian dibangun baru.

Selain 7 PLBN yang sedang dalam proses pembangunan ulang, ada tambahan 2 PLBN lagi yang akan diperbaiki yaitu PLBN Oupoli dan Waris yang masih dalam tahap Pra Design. Membangun Infrastruktur di perbatasan dimulai dari sekitar PLBN yakni infrastruktur yang bisa mempercepat pengembangan Kawasan Perbatasan, seperti pasar, perumahan, dll.

Menjadikan Produk Indonesia Unggul di Perbatasan Untuk mewujudkan produk Indonesia jadi primadona di perbatasan, pemerintah membangun perbatasan dengan pola “Nawa Cita”.Untuk mendorong misi ekonomi tersebut, pemerintah membangun jalan paralel perbatasan yang membentang dari Kalimantan Utara hingga Kalimantan Barat. Bila sudah jadi, panjangnya akan mencapai 1.900 km. Kini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dibantu Zeni TNI sudah berhasil membangun 520,85 km. Tanpa adanya jaringan jalan ini, masyarakat perbatasan masih akan bergantung pada produk yang datang dari Malaysia.

Diharapkan  dengan adanya jalan ini, kendaraan logistik bisa melintas dan barang lokal RI bisa dibawa menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Tidak hanya itu, pemerintah kini tengah membangun berbagai infrastruktur di perbatasan, mulai dari rehabilitasi dan pembaharuan  Pos-pos PLBN, Pasar Tradisional, layanan Tol Laut dan Tol Udara. Dalam hal Tol Laut misalnya meski belum optimal, seluruh perbatasan akan terjangkau tol laut; daerah yang tidak terjangkau tol laut akan dijangkau oleh tol Udara. Mari kita lihat contohnya. Untuk Sebatik dan Nunukan akan ada dua pelabuhan yang bakal disinggahi tol laut, yakni Pelabuhan SEI NYAMUK, Sebatik dan Pelabuhan TUNON TAKA Nunukan. Untuk wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) masuk dalam trayek delapan. Mulai dari Surabaya, Tanjung Selor, Tarakan, Nunukan dan Sebatik. Nah untuk ke daerah pedalaman, minimal sebelum jalan paralel perbatasan bisa beroperasi maka akan dipakai Tol Udara. Saat ini tol udara masih fokus pada transfortasi BBM, tetapi kalau pemda dan Kemenhub bekerja sama, maka jelas akan bisa dikembangkan untuk jasa barang. Suatu peluang yang sangat potensil kalau Pemda bisa memanfaatkannya.

Baca Pula  :  Mengangkat Kesejahteraan Nelayan Pesisir

Bukan itu saja pemerintah juga lewat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) akan merevitalisasi 11 ‎pasar di wilayah perbatasan. Untuk program tersebut, akan dialokasikan  anggaran revitalisasi sebesar Rp 950 juta untuk masing-masing pasar. Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM ‎Yuana Setyowati mengatakan( di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta,18/1/2017) sangat penting untuk adanya perbaikan sarana usaha dan pasar yang baik di wilayah perbatasan. Selama ini warga masyarakat di wilayah perbatasan lebih mudah berbelanja kebutuhan sehari-harinya di wilayah negara tetangga dari pada di wilayah sendiri. Kini saatnya produk Indonesia jadi andalan di perbatasan.

Perbatasan Indonesia Unik dan Belum Tuntas Dilihat dari sisi perbatasan, Indonesia tergolong negeri yang unik. Daratannya berupa belasan ribu pulau besar-kecil, sedangkan perairannya meliputi 60 persen total wilayah cakupan laut seluas ini hampir menyamai daratan Amerika. Memiliki kondisi geografis didominasi laut yang relatif dangkal, Indonesia sebagai negara kepulauan kerap juga dijuluki Benua Maritim-dipagari oleh tiga jenis batas wilayah laut, yaitu Batas Laut Teritorial, Landas Kontinen, dan Zona Ekonomi Eksklusif. Indonesia memiliki 10 negara tetangga yang perairannya berbatasan langsung dengan wilayah Nusantara dan sampai kini belum ada satupun yang sudah selesai. Sejauh ini baru batas maritim antara Indonesia dengan Australia yang telah lengkap disepakati. Meskipun hak nelayan tradisional di Pulau Pasir masih jadi ganjalan.

Dari seluruh perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, batas terpanjang memang dengan Malaysia. Baik perbatasan darat, begitu juga dengan batas lautnya. Bisa dijelaskan Sebagai Berikut :

Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977. Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.

Pada Agustus 1969, Malaysia mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut.

Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969. Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.

Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958. MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia, karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.

Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara. Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral.

Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut.  Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat Malaka.

Perundingan batas wilayah maritim Indonesia-Malaysia mencakup  semua batas wilayah laut yang belum disepakati yang terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif, Batas Laut Teritorial, dan Landas Kontinen. Saat ini sebagian besar Batas Laut Teritorial dan Landas Kontinen telah disepakati, baik oleh Indonesia maupun Malaysia. Persetujuan Batas Laut Teritorial telah mencapai lebih dari 80 persen, yang belum disepakati masih tersisa 20 persen. Di bagian barat, batas ”yang belum jelas ” itu berada di selatan Selat Malaka, daerah antara Johor dan Pulau Bintan, serta perairan dekat Batu Puteh   di timur Singapura. Di perairan Kalimantan dan Laut Sulawesi batas yang belum disepakati ada di Tanjung Datuk dan Blok Ambalat.