Membangun Wilayah Perbatasan Halaman Depan Bangsa

Oleh Harmen Batubara

Pembangun Wilayah Perbatasan sudah dimulai sejak Orede Baru setelah Indonesia dan Malaysia kembali bersahabat setelah selesainya era “konfrontasi” tegasnya sejak kesepakatan pemulihan hubungan – normalisasi Indonesia – Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966, kedua Negara berusaha mengembangkan kerjasama saling mengun tungkan diberbagai lapangan tanpa mengurangi kedaulatan masing-masing.. Demikian pula pada pembangunan di era pemerintahan sebelum Jokowi, sebetulnya semangat dan rencana untuk menjadikan perbatasan sebagai “halaman depan bangsa” sudah sangat kencang. Hal itu ditandai dengan dibuatnya UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang di dalamnya ada terkandung amanat untuk membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), yang waktu itu diidentifikasi sebagai suatu “SUPERBODY” yang akan mengentaskan pembangunan di wilayah perbatasan.

Membangun Wilayah Perbatasan
Membangun Wilayah Perbatasan

Berbagai cara sudah dicoba dikaji dan dimanfaatkan untuk membangun wilayah perbatasan, misalnya pada tahun 2011 Muhammad Solikin dari Kadin[1] memperkenalkan konsep “Teori Laron”. Idenya menghadirkan “cagaya” diperbatasan untuk bisa menarik para Investor. Ujung-ujung nya ya menghadirkan berbagai kemudahan berusaha di perbatasan agar para Investor datang. Tetapi konsep itu belum juga terwujud, semangatnya sudah keburu padam. Secara sederhana dapat kita katakana  membangun wilayah perbatasan itu bermakna “MEMBUKA ISOLASI DAN MEMBANGUN KONEKTIVITAS, khususnya antara wilayah yang sudah berkembang ke wilayah perbatasan. Itu bararti harus membangun infrastruktur yang berfungsi membuka isolasi wlayah. Kemudian hal lain yang sangat menentukan adalah adanya Kerja Sama kebijakan Ekonomi dengan Negara tetangga. Selama ini kesepakatan perdagangan antara Indonesia-Malaysia di perbatasan mengacu pada Border Trade Agreement (BTA) Tahun 1970. Karena itu sebenarnya “Revisi BTA Indonesia-Malaysia merupakan hal yang sangat penting dilakukan kedua negara, karena BTA yang ditandatangani pada 1970 sudah tidak dapat mengakomodasi aktivitas perdagangan perbatasan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia,” Tetapi itu memang tidak mudah. Karena hal ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai produk kedua Negara yang sama-sama di subsidi oleh Pemerintahnya masing-masing.Selama ini banyak produk Malaysia yang disubsidi mengalir ke Indonesia. Tapi itu sebenarnya pada era perbatasan tempo dulu. Kini setelah jalan parallel perbatasan hadir, dan produk Indonesia bersubsidi jadi unggul di perbatasan maka BTA memang sudah perlu ditinjau ulang kembali.

Baca Juga  :  Kijing Port & Entikong PLBN West Kalimantan Export Door 

Juga sudah ada konsep pembangunan infrastruktur Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang terdiri dari 6 koridor. Masalahnya, dan ternyata, MP3EI dengan enam koridor tersebut, pembangunan infrastruktur perbatasan tidak ditemukan di dalamnya. Maka, praktis perbatasan tetap terisolasi. Akibatnya, meski BNPP lahir dan berkembang tetapi dihadapkan dengan kondisi perbatasan yang masih terisolasi. Praktis BNPP hanya seperti macan kertas; hanya bisa membuat kebijakan, membuat grand design pembangunan perbatasan, tetapi tidak bisa diimplementasikan.

Sebagai pemerhati wilayah perbatasan, saya melihat dan merasakan bagaimana strategi Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah dan akan membawa perubahan besar terhadap pembangunan di wilayah perbatasan. Minimal ada beberapa hal yang menurut saya sangat fenomenal. Pertama, Jokowi telah bertekat dan sudah membangun jalan paralel perbatasan –di Kalimantan panjangnya 2004 km, di Papua 800 km, dan Timor Leste 350 km. Suatu hal yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Kedua, Jokowi kemudian membangun kembali 9 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) serta satu di Sota Merauke dan masih ditambah dengan PLBN Terpadu Sei Pancang, PLBN Terpadu Long Midang dan PLBN Terpadu Labang di Kabupaten Nunukan serta PLBN Terpadu Long Nawang di Kabupaten Malinau.Kemudian PLBN Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang dan satu lagi Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Laut terpadu Serasan di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. PLBN-plbn tersebut kini terlihat megah dan membanggakan warga bila mengunjunginya. Ada perasaan bahwa pimpinan negeri ini patut dihormati. Ketiga, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla menggelontorkan dana ke perdesaan atau Dana Transfer Desa, suatu konsep yang belum pernah ada di dunia, dan hasilnya sudah mulai dirasakan di perdesaan. Keempat, pemerintah kini juga tengah menyelenggarakan peremajaan kebun rakyat, dan sudah dimulai lewat program peremajaan kebun sawit rakyat –nantinya akan bergeser ke kebun karet rakyat, kebun sahang rakyat, dan sebagainya.

Kelima, pemerintah tengah menghidupkan dan mengkampanyekan pembukaan Kawasan Ekomi Khusus (KEK), meski sampai saat ini pemda di wilayah perbatasan belum bisa memanfaatkannya. Keenam, Jokowi juga membangun Trayek Tol Laut, yang hingga kini sudah ada 15 Trayek dan memastikan semua wilayah perbatasan terjangkau. Artinya? Kalau pemda proaktif, maka barang-barang produk Indonesia pasti jadi primadona di perbatasan. Ya kualitas, dan juga harganya.

Baca Juga   : Pengamanan Perbatasan Menjaga Kedaulatan

Keenam Tol Laut kalau ingat Jalur Tol Laut yang diinisiasi Presiden Jokowi, maka saya pasti ingat OBOR-nya China, yakni “One Belt One Road” atau “The Belt and Road Initiative” (BRI) yang dalam realitanya adalah jalur kereta api China Railway Express yang melewati 60 negara mitra. Tol Laut Jokowi beda lagi. Tol Laut ini menghubungan rangkaian Negara kepulauan ini dengan berbagai trayeknya, sehingga semua wilayah perbatasan bisa terjangkau. SEJAK diluncurkan pada 2015[2], program Tol Laut terus mengalami peningkatan dan perkembangan, baik dari segi infrastruktur, trayek atau lintasan, armada, jumlah muatan, maupun kapasitas “Seperti kita ketahui jumlah trayek tol laut meningkat lebih dari tiga kali lipat, dari hanya tiga trayek pada 2015, kemudian enam trayek rute (2016) dan kini berkembang menjadi 26 trayek pada tahun 2020 dan 100 pelabuhan singgah,” tutur Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam keterangn resminya, Senin (26/10/2020).

Ketujuh Kaltara Mmembuka Toko Perba tasan   Pemerintah provinsi Kaltara  terus berupaya dan mencari solusi agar harga kebutuhan pokok di wilayah perbatasan bisa lebih murah. Salah satunya, dengan rencana membangun TOKO INDONESIA yang nantinya akan menjual berbagai kebutuhan pokok masyarakat. Toko perbatasan yang rencananya tersebar di tujuh titik di wilayah perbatasan negara di Kaltara, diproyeksikan menjadi model dalam pembangunan kawasan perdagangan di perbatasan Indonesia. Konsep TOKO INDONESIA yang digagas adalah, terintegrasinya wilayah perbatasan dalam satu kawasan terpadu, mulai dari sektor ekonomi, jalur perdagangan, hingga hubungan antar negara yang berbatasan. Kepala Biro Pengelola Perbatasan Setprov Kaltara, Samuel Tipa Padan mengatakan, “gagasan ini asli Kaltara dan merupakan integrasi ekonomi perbatasan, dan belum pernah ada di wilayah perbatasan lain di Indonesia. Menurutnya, gagasan ini telah diamini oleh pemerintah pusat. Tinggal implementasi di lapangan.

Toko Indonesia di Perbatasan tujuannya Untuk menjadikan produk Indonesia unggul di Perbatasan dimulai dengan upaya menekan harga barang yang selama ini cukup mahal di perbatasan. Saat ini, kebutuhan pokok masyarakat perbatasan masih bergantung dengan negara tetangga Malaysia. Hal itu dikarenakan akses mendapatkan produk dalam negeri sangat terbatas. Tetapi ke depan dengan adanya sarana jalan paralel perbatasan, adanya sarana jalan Tol Laut dan Tol Udara serta adanya “rencana subsidi untuk biaya transfortasi” maka di percaya produk Indonesia akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga-harga produk negara tetangga di perbatasan. Bahkan kualitasnya juga akan jauh lebih baik.

Membangun Wilayah Perbatasan Halaman Depan Bangsa
Membangun Wilayah Perbatasan Halaman Depan Bangsa

Indonesia yang jelita, zamrud khatulistiwa, sebuah negara benua maritim. Hamparan lautannya yang luas, terdiri dari belasan ribu pulau dengan panjang pantai lebih dari 81 ribu km serta berada diantara dua samudra Hindia dan Pasifik serta dua benua Australia dan Asia. Lokasi yang strategis ini; kalau saja bisa memanfaatkannya dengan baik maka semua akan datang dan jadi pusat bisnis dunia yang menjanjikan. Bila diumpamakan, bagai sebuah resort tempat persinggahan bagi para pelintas batas, pelaku bisnis  dua benua, dua samudra. Sesungguhnya, dengan membangun infrastruktur yang fungsional dan bagus, menyediakan berbagai fasilitas perdagangan, produksi serta layanan kelas dunia serta biaya pajak yang kompetitip,  percayalah semua orang akan singgah, dan bahkan datang serta memberikan semangat kerjasama. Indonesia mestinya, bisa dan mampu menjadikan wilayah zamrud khatulistiwa ini menjadi sesuah ”resort” yang menarik untuk didatangi,  bukan saja karena keindahannya, kaya dalam budaya, kaya dalam  sumber daya alam, hayati dan masyarakatnya ramah serta menghargai.

Kawasan perlintasan perdagangan dunia yang begitu strategis, sampai saat ini telah  dimanfaatkan oleh negara Singapura, Malaysia, dua negara tetangga  yang mampu menyuguhkan layanan, sarana dan prasarana  kelas dunia dengan cita rasa dan keramah tamahan dari timur. Padahal dari segi apapun, kalau Indonesia bisa menata diri, dan bersolek rupa maka dibandingkan dengan negara manapun di sekitarnya pastilah tetap jauh lebih unggul. Pembangunan infrastrukut disertai kekuatan dan kemampuan pertahanan negara diselenggarakan secara terpadu dan bertahap sesuai dengan kemampuan negara serta diarahkan untuk mewujudkan wilayah perbatasan jadi halaman Depan Bangsa yang semestinya,  fungsional dan modern yang mampu menjadi pusat bisnis bagi wilayah di sekitarnya, baik nasional maupun regional. Selama ini pembangunan perbatasan negara dilakukan, seirama dengan memberi prioritas kepada pembangunan Ekonomi Nasional secara keseluruhan. Tetapi kini ada suasana baru, pertama karena ekonomi Indonesia diyakini akan terus membaik; kemudian produk industri nasional kita juga ternyata kian diminati di negara tetangga. Karena itu sudah saatnya negara membenahi infrastruktur, sarana dan prasarana di wilayah perbatasan.

Dari sisi ekonomi perbatasan diharapkan punya kemampuan memfasilitasi berbagai kegiatan ekonomi di wilayah terluar perbatasan nasional kita. Pada lokasi-lokasi tertentu di perbatasan kita harus mempunyai Lapangan Terbang yang mampu dimanfaatkan bagi pengembangan logistic nasional maupun untuk pesawat tempur bagi pengamanan wilayah itu. Di perbatasan semestinya ada berbagai sarana ekonomi, baik berupa Ekonomi Khusus, yang mampu memfasilitasi bagi kelancaran perdagangan barang dan pergerakan orang. Pemda perbatasan di tuntut untuk mempunyai berbagai sarana dan fasilitas penunjang perdagangan dan pariwisata. Pemda perbatasan harus diperkuat dengan kemampuan sesuai dengan kebutuhan realitas dan prediksi perkembangan yang akan ada. Itulah sejatinya ide-ide yang ada pada saat Catatan Blog ini dituliskan.

Indonesia mempunyai wilayah perbatasan darat dan laut. Punya perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga. Sayangnya sampai saat ini  masih ada 70 persen masalah penegasan batas yang belum selesai. Secara teoritis dan fakta memperlihatkan bahwa konflik dimasa datang kemungkinan yang paling dominan adalah konflik yang disebabkan oleh belum selesainya penegasan batas dengan negara tetangga. Batas negara di darat memiliki titik-titik perlintasan yang disepakati dan diformalisasikan sebagai Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Berbagai  fungsi PLBN diantaranya dalam bidang perdagangan dan perlintasan orang yang difasilitasi oleh adanya kantor Bea Cukai, Migrasi, Karantina, security dan pertahanan Dll.. PLBN merupakan pintu gerbang beranda depan NKRI yang jadi  perhatian, khususnya mengenai kelengkapan dan tata ruangnya sehingga berfungsi dengan baik, lengkap, dan terlihat menarik serta menjadi simbol kemajuan suatu bangsa.

Namun pada umumnya untuk wilayah yang belum mempunyai pintu resmi, terdapat jalan-jalan penghubung tradisional (jalur C) yang dimanfaatkan masyarakat lokal bagi kepentingan mereka sehari-hari, misalnya seperti yang ada di Kabupaten Bengkayang kondisi CIQS nya masih dalam keadaan sementara, dan sarana jalannya masih tergolong kurang memadai. Jalan setapak atau jalan tikus ini sejatinya adalah jalan tradisional yang menggambarkan  Upaya mesyarakat perbatasan dalam mensiasati hidup di perbatasan yang minim infra struktur, mencari dan mempertemukan pasar terdekat, dengan memanfaatkan semua potensi mulai dari etnisitas, tokoh nonformal, petugas dengan bebas tanpa terintervensi oleh peraturan dan hukum dari kedua belah pihak. Banyaknya Jalur C dapat juga disebut sebagai gambaran kurangnya pleksiblitas atau terlalu kaku dan terbatasnya peraturan formal yang ada yang diterapkan lewat Jalan Resmi  berupa PLB ataupun PPLB bagi kehidupan para warga perbatasan yang ada disekitarnya. Jalur  C akan hilang dengan sendirinya kalau PLB dan PPLB dapat mengakomodir kebutuhan warga di sekitar perbatasan serta memperbaiki infrastruktur di wilayah tersebut. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas partisifasi berbagai pihak yang tidak bisa kami sampaikan satu persatu di sini Baik dari jajaran Kementerian/Lembaga maupun dari kalangan Perguruan Tinggi..  Buku ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan mereka..

[1] http://www.tabloiddiplomasi.org/mengadopsi-teori-laron-untuk-mengembangkan-wilayah-perbatasan/

[2] https://mediaindonesia.com/read/detail/355955-meningkat-menhub-sebut-kini-ada-26-trayek-tol-laut