Semangat Membangun Perbatasan,  Beranda Depan Bangsa

Semangat Membangun Perbatasan, Beranda Depan Bangsa

Oleh : Harmen Batubara

Jauh sebelum NKRI lahir, wilayah nusantara sudah dihuni oleh berbagai etnis sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Hidup mereka rukun tidak mengenal batas, sejauh lingkungannya memberikan kehidupan dan mereka mampu maka disanalah mereka tinggal. Tetapi zaman berubah dan peradaban menuntut adanya administrasi, maka semuanya harus turut aturan, termasuk di dalamnya aturan tentang batas-batas wilayah itu sendiri.Maka sesuai dengan kepentingan kolonial ketika itu, khususnya di wilayah Kalimantan ( traktat Belanda dan Inggris 1891,1915 dan 1928), Papua( Traktat Raja Prusia 1854) dan Timor Leste (Belanda-Portugis, 1904). Para penguasa itu menentukan batas-batas wilayah sesuai posisi tawar mereka sendiri.

Ikn Nusantara Ibu Kota Plus Pusat Pertumbuhan Bisnis
Ikn Nusantara Ibu Kota Plus Pusat Pertumbuhan Bisnis

Secara teoritis baik Belanda, Inggris dan Portugis dalam penetapan batas wilayah mempertimbangkan kondisi geografisnya, batas yang mereka tentukan pada umumnya mengikuti batas alam seperti Punggung Gunung (watershed), pinggir sungai, thalweg atau alur sungai terdalam, dan garis lurus. Secara teoritis baik Belanda, Inggris dan Portugis dalam penetapan batas wilayah mempertimbangkan kondisi geografisnya, batas yang mereka tentukan pada umumnya mengikuti batas alam seperti Punggung Gunung (watershed), pinggir sungai, thalweg atau alur sungai terdalam, dan garis lurus. Meskipun mereka ingin menentukan batas sesuai dengan realitas etnis, tetapi secara teknis pada saat itu tidak mungkin dilakukan, sebab keadaan medannya yang berat. Sehingga yang terjadi kemudian, batas-batas wilayah itu secara telak bisa memisahkan dua suku serumpun. Hal seperti itu terjadi di Kalimantan, di Papua, dan Timor Leste.

Dalam realitasnya kehidupan mereka tetap rukun, terjalin keharmonisan dengan baik. Bagi mereka realitas batas tidaklah mempunyai kendala bagi kehidupan sosial mereka. Ratusan tahun kemudian NKRI lahir, dan secara otomatis dan sesuai dengan prinsip “UTI POSSIDETIS JURIS” atau pewarisan wilayah pemerintah kolonial kepada Negara baru selepas penjajahannya, maka Indonesia mempunyai wilayah perbatasan dengan sepuluh Negara tetangganya. Bagi Indonesia karena luasnya wilayah, dan beberapa daerah dan pulau-pulau kecil lokasinya terisolasi, secara otomatis wilayah perbatasan nyaris kurang diperhatikan.

Meskipun secara sadar mengakui bahwa wilayah perbatasan adalah cerminan kualitas kedaulatan suatu Negara, dan meski memprogramkannya sebagai halaman depan bangsa, tapi dihadapkan dengan keterbatasan yang ada wilayah perbatasan tetap saja tidak terjangkau oleh pembangunan sebagaimana mestinya. Terlebih lagi UU yang didesain untuk mengatur pembangunan wilayah, seperti UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemda UU No.26 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang, ternyata belum mampu mengubah image wilayah perbatasan. Pemerintah daerah yang tadinya diharapkan mau memberikan perhatian, tetapi ternyata prioritas pembangunannya bukanlah di wilayah perbatasan. Mereka juga tidak mampu menghadapi terisolasinya perbatasan.

Namun demikian kedua Negara bertetangga secara sadar sama-sama mengetahui, dan memahami bahwa wilayah perbatasan perlu ditata, dengan tetap memberikan ruang gerak dan keleluasan yang wajar bagi kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan. Semua itu secara utuh tercermin dalam semangat kerjasama antara Negara tetangga seperti GBC (General Border Committee, Indonesia-Malaysia), JBC(Joint Border Committee, Indonesia-Papua Nugini, dan Indonesia-Timor Leste), yang secara konkrit selalu memperhatikan kehidupan dan kerukunan berbagai etnis yang sama-sama ada di wilayah perbatasan.

Kini wilayah perbatasan sudah sangat berbeda

Sebelum pemerintahan Jokowi, wilayah perbatasan adalah daerah kumuh, terisolasi, para petugas perbatasan hanya ada namanya saja tetapi secara fisik mereka berada di Kabupaten. Yang kita temukan di perbatasan hanyalah plang-plang nama Kementerian/Lembaga, tetapi sama sekali tidak ada kehidupan di sana. Tetapi gambaran seperti itu sudah berlalu. Pemerintah Jokowi  membuka isolasi perbatasan dengan visi : membuka jalan raya parallel perbatasan, membangun kembali serta memfungsikan kembali 14 PLBN dengan berbagai sarana penunjang perekonomian, memastikan route Tol Laut bisa melintasi perbatasan agar semua produk Indonesia dari Pusat –pusat Bisnis Indonesia bisa sampai di daerah perbatasan dengan biaya terjangkau. Listrik dan Telekomunikasi tersedia dan masih banyak lagi upaya pemerintah untuk memastikan produk-produk Indonesia bisa unggul di perbatasan.

Program Tol Laut telah menjelma menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat di wilayah terpencil Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semoga, kelanjutan program ini terus dilanjutkan sesuai dengan semangat pemerintahan yang memenangkan Pilpres tahun 2024 ini. Sebagai contoh kita tampilkan Pengguna Tol Laut di Tahuna.  Penggunanya didominasi oleh sejumlah pengusaha lokal yang diakomodir melalui sebuah badan usaha.

Peran dari badan usaha ini adalah untuk mempermudah administrasi dan mencegah penyelewengan angkutan barang Tol Laut. Pengiriman barang harus dilengkapi dengan surat pengantar dan telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perhubungan. Tak hanya itu, proses pengecekan juga terjadi saat stuffing container atau proses pemuatan barang ke dalam kontainer. Proses tersebut harus dilakukan di depo Pelni. Barang harus sesuai dengan yang disampaikan dalam surat pengantar yang ditambah dengan adanya surat pernyataan dari pihak pengirim barang. Namun, pertanyaan besar muncul ketika masa Pemerintahan Jokowi segera berakhir pada tahun depan seiring dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024. Program Tol Laut bakal lanjut atau pupus? Baca Juga : Digitalisasi Tiket Pelni Diyakini Dorong Peningkatan Penumpang

Pembicara Batas
Pembicara Batas

Hingga saat ini tidak ada opsi pilihan kapal selain Pelni untuk mengangkut barang ke daerah lain dengan harga murah. Harga biaya pengiriman bakal lebih tinggi kendati ada layanan dari kapal swasta. “Kalau Tol Laut ini tidak dilanjutkan, dampaknya banyak mulai dari investasi, ekonomi,  hingga keberlanjutan kehidupan masyarakat di wilayah 3TP,”  Misalnya  apabila kedatangan kapal Tol Laut Pelni tertunda dari jadwal sebulan sekali, maka masyarakat harus menunggu ketibaan kapal selanjutnya. Hal tersebut bakal menyebabkan stok barang menipis dan berisiko membuat harga melonjak. Hal lain yang juga menarik adalah Pengusaha arang batok kelapa di Tahuna. Perbesar Kegiatan pembuatan arang batok kelapa di Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Pada bulan November 2023 pengusaha lokal dari Tahuna yang ditemui Bisnis.com Husiyo Hadinoto (56) telah merasakan manfaat dari layanan Tol Laut karena mendapatkan biaya pengiriman yang murah. Pria yang sudah menjalani usaha produksi arang selama 5 tahun ini mengatakan rata-rata mengirim 4 kontainer ke Surabaya sebulan sekali untuk memasok ke pabrik briket. Intensitas pengiriman menyesuaikan dengan jadwal rute Tol Laut yang singgah di Tahuna.

Penumpang Makin Banyak Adapun, tiap kontainer mampu menampung sebanyak 11 ton arang. Sebelum ada Tol Laut, dia menggunakan jasa pelayaran swasta dengan biaya yang lebih mahal Rp2 juta per kontainer. “Harapan saya Tol Laut ini bisa terus jalan walaupun nanti ada pergantian Presiden,” katanya. Hal serupa juga dikatakan oleh Steven Ang (22) pengusaha ikan dari PT Jassendo Sentosa Mandiri. Usahanya memiliki dua cabang yang terdapat di Dago dan Angges, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dia berharap Tol Laut bisa tetap dilanjutkan karena biaya pengiriman sangat hemat, yakni sekitar Rp3,4 juta per kontainer. “Semoga program Tol Laut ini bisa dilanjutkan tahun depan dengan layanan yang makin bagus,” ujarnya.

Sebelum ada Tol Laut, lanjutnya, hasil produksi ikan beku cuma dikirimkan ke Bitung dengan menggunakan mobil berpendingin yang diangkut melalui layanan kapal feri dengan kapasitas hanya 6 ton per unit. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe, Rifai Mahdang menyebut ketersediaan bahan pokok dan barang penting lain menjadi isu utama. Dulu sebelum ada Tol Laut, lanjutnya, masyarakat setempat hanya mendapatkan pasokan dari Bitung dan Manado dengan harga setempat yang lebih tinggi karena sudah ditambah dengan biaya logistik. Dia menuturkan saat ini masyarkat sudah bisa menikmati barang kebutuhan pokok dengan harga yang sama dengan di Surabaya. “Kami sangat membutuhkan Tol Laut karena dampaknya sudah dirasakan oleh masyarakat khususnya disparitas harga yang makin rendah,” ujarnya.

Pemerintah Juga Menyalurkan Dana Desa  

Pemerintah tidak berhenti hanya sampai di situ. Pemerintah memastikan agar seluruh Desa di Indonesia mempunyai program untuk mengembangkan Desa mereka. Politik fiskal digeser dengan memberikan instrumen “dana transfer” ke desa, yang disebut dana desa (DD). Desa yang telah memiliki otoritas menjadi lebih bertenaga karena bisa mengelola anggaran sendiri (anggaran pendapatan dan belanja desa/APBDesa) dengan salah satu sumbernya dari DD (di samping enam sumber lain). Pada 2015 total DD Rp 20,7 triliun (dibagi ke 74.093 desa); 2016 sebanyak Rp 46,9 triliun (dibagi ke 74.754 desa); dan pada 2017 ini akan disalurkan Rp 60 triliun (dibagi ke 74.910 desa). Penyerapan DD tergolong fantastis. Tahun pertama terserap 82,72 persen dan tahun kedua 97,65 persen, di tengah situasi regulasi yang belum terlalu mapan, sosialisasi yang dikendalai waktu, dan persebaran desa yang sedemikian luas.

Kita lihat sejenak ke belakang. Dana Desa pertama kali dialokasikan pada 2015 sebesar Rp20.766,2 miliar, kemudian terus meningkat hingga mencapai Rp70.000 miliar pada 2023. Perkembangan Dana Desa periode tahun 2019-2023, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,04 persen, dari sebesar Rp69.814,1 miliar pada 2019, menjadi Rp69.930 miliar pada outlook 2023.

Di sisi lain, rata-rata Dana Desa yang diterima per desa juga meningkat dari sebesar Rp931,4 juta per desa pada 2019 menjadi Rp933,9 juta per desa pada 2023. Selanjutnya, jumlah desa yang menerima Dana Desa juga meningkat yaitu dari 74.953 desa pada 2019 menjadi 74.954 desa pada 2023. Untuk  APBN 2024 menganggarkan Dana Desa sebesar Rp71.000 miliar, lebih tinggi sebesar Rp1.070 miliar atau 1,5 persen dibandingkan outlook 2023. “Saat ini pemerintah pusat akan mengalokasikan Dana Desa TA 2024 pada 75.259 desa.” Adapun anggaran Dana Desa 2024 diarahkan untuk percepatanpenghapusan kemiskian ekstrem di Indonesia sebagaimana Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022.

Ada tiga strategi utama untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem ini. Pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat, melalui program Bansos, Jamsos, subsidi, kebijakan stabilitas harga, dan program lainnya yang dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat. Kedua, peningkatan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi program Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Ketiga, penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan, diantaranya melalui pemenuhan pelayanan dasar, seperti peningkatan akses layanan dan infrastruktur pendidikan, layanan dan infrastruktur kesehatan, serta infrastruktur sanitasi air minum layak.

Saat ini prioritas utama negara adalah mengatasi kemiskinan ekstrem, maka pemerintah memberitahu desa-desa tersebut bahwa Desa juga harus mengalokasikan dana untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di desa-desa, termasuk desa Anda. Selain itu, lanjutnya, kebijakan penggunaan Dana Desa juga diarahkan untuk percepatan penurunan stunting di desa. Untuk mewujudkannya, pemerintah melakukan sejumlah langkah.Pertama, tindakan promotif dan preventif untuk pencegahan dan penurunan stunting sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa. Kedua, laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa tahun anggaran sebelumnya dijadikan sebagai persyaratan dalam penyaluran tahap II bagi Desa Mandiri dan tahap III bagi Desa Non-Mandiri.

Selanjutnya, Dana Desa tahun 2024 juga diarahkan bagi ketahanan pangan. Dalam skala desa berupa program ketahanan pangan dan hewani melalui sektor pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan tangkap dan budidaya.Ketahanan pangan dimaksudkan selain untuk mengakhiri kelaparan, juga untuk mencapai penguatan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan juga untuk meningkatkan indeks nilai tukar petani dan nelayan.

Kaltara Menghadirkan Produk Indonesia di Perbatasan  

Perihal Toko Perbatasan,  terahir saya ingat di bulan agustus 2024 waktu itu dikatakan bertahun-tahun tak difungsikan akibat kalah bersaing dengan produk Malaysia, Toko Indonesia di dataran tinggi Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, diwacanakan aktif 2024. Direktur Operasional PT Benuanta Kaltara Jaya, yang ditunjuk sebagai pengelola Perusda Pemprov Kaltara, Bob Prabowo mengatakan, butuh renovasi dan perombakan regulasi dari sebelumnya jika ingin Toko Indonesia bisa beroperasi. “Tujuan awal dibangun Toko Indonesia di Krayan ini kan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Krayan yang selama ini bergantung dengan Malaysia. Sayangnya itu tidak tercapai karena kendala akses dan persaingan harga,”ujarnya, waktu itu Kamis (17/8/2023).

Adan Jika melihat tradisi bertahun-tahun di mana kebutuhan pokok masyarakat perbatasan sudah terbiasa dengan produk Malaysia, tentu menjadi tugas berat menanamkan cinta produk Indonesia. Kondisi Krayan sampai hari ini masih terisolir dan butuh biaya tinggi untuk mendatangkan barang-barang lokal. Alhasil, sebanyak apapun produk Indonesia yang didatangkan ke Krayan, masih kalah murah dengan produk Malaysia. “Saya baru ditunjuk sebagai Direktur Operasi BUMD Kaltara. Jadi nanti bukan stok barang yang kita kirim ke Krayan, melainkan kita rubah strateginya menjadi sistem packaging produk olahan UMKM Krayan. Kita perkuat kerja sama dengan Dinas Perdagangan juga Asosiasi Pengusaha Perbatasan/ASPPINDO,”ujarnya  waktu itu.

Paket Tiga Buku Perbatasan
Paket Tiga Buku Perbatasan

Jika melihat kondisi Toko Indonesia saat ini, Bob menegaskan saat itu, tidak mungkin mengoperasikannya tahun ini juga. Pasalnya, butuh sedikit perbaikan ruang gedung yang sudah lama tidak dioperasikan ini. Selain itu, masih banyak regulasi yang harus dirapatkan kembali, antara lain, optimalisasi SOA. “Kita ajukan usulan penambahan penerbangan SOA, kita juga menunggu Disperindagkop menyampaikan usulan perubahan regulasi di APBD Perubahan,”tambahnya. Selain menargetkan operasional Toko Indonesia pada 2024, ada 3 lokasi lain yang juga menjadi sasaran BUMD Kaltara. Masing-masing Pasar Induk Panca Agung SP 1, Kabupaten Bulungan, Toko Tani di Kota Tarakan dan pelabuhan Feri pasar modern Ancam, di Desa Ardi Mulyo.

Kita tahu Pemerintah provinsi Kaltara selama ini terus berupaya dan mencari solusi agar harga kebutuhan pokok di wilayah perbatasan bisa lebih murah. Salah satunya, dengan rencana membangun TOKO INDONESIA yang nantinya akan menjual berbagai kebutuhan pokok masyarakat. Toko perbatasan yang rencananya tersebar di tujuh titik di wilayah perbatasan negara di Kaltara, diproyeksikan menjadi model dalam pembangunan kawasan perdagangan di perbatasan Indonesia. Konsep TOKO INDONESIA yang digagas adalah, terintegrasinya wilayah perbatasan dalam satu kawasan terpadu, mulai dari sektor ekonomi, jalur perdagangan, hingga hubungan antar negara yang berbatasan. Kepala Biro Pengelola Perbatasan Setprov Kaltara, Samuel Tipa Padan  waktu itu mengatakan, “gagasan ini asli Kaltara dan merupakan integrasi ekonomi perbatasan, dan belum pernah ada di wilayah perbatasan lain di Indonesia. Menurutnya, gagasan ini telah diamini oleh pemerintah pusat. Tinggal implementasi di lapangan.

Toko Indonesia di Perbatasan tujuannya Untuk menjadikan produk Indonesia unggul di Perbatasan dimulai dengan upaya menekan harga barang yang selama ini cukup mahal di perbatasan. Saat ini, kebutuhan pokok masyarakat perbatasan masih bergantung dengan negara tetangga Malaysia. Hal itu dikarenakan akses mendapatkan produk dalam negeri sangat terbatas. Tetapi ke depan dengan adanya sarana jalan paralel perbatasan, adanya sarana jalan Tol Laut dan Tol Langit (internet) dan digulirkannya Dana Desa, serta adanya “rencana subsidi untuk biaya transfortasi” maka di percaya produk Indonesia akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga-harga produk negara tetangga di perbatasan. Bahkan kualitasnya juga akan jauh lebih baik.