50 Tahun Penegasan Batas Dengan Bersahabat Indonesia-Singapura

Oleh harmen batubara

Hubungan Indonesia dengan Singapura adalah hubungan bilateral antara dua negara tetangga yang dari tahun ke tahun, berjalan dengan baik dan bersahabat. Hubungan ini ditandai dengan kerja sama ekonomi yang baik dan terus semakin kuat. Singapura secara konsisten menjadi investor asing terbesar di Indonesia. Kerja sama antara Indonesia dan Singapura juga meliputi beberapa bidang, termasuk kesehatan, pertahanan, lingkungan hidup dan pariwisata. Hubungan antara Indonesia dan Singapura bisa jadi didorong karena kedekatan geografis. Singapura merupakan salah satu negara tetangga terdekat Indonesia. Kedua negara adalah pendiri ASEAN, dan negara anggota Gerakan Non-Blok dan APEC.

Penegasan Batas
Penegasan Batas

Dalam perbatasan kedua negara juga bisa bekerja sama secara professional, tanpa diganggu oleh emosi kebangsaan yang berlebihan. Batas laut kedua negara di tandai dengan penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua pemerintah. Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis tengah yang terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari titik koordinat.

Baca   Juga  : Bersinergi Menjaga Kedaulatan Negara

Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang telah menetapkan 6 TITIK KOORDINAT sebagai batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1973. Garis batas Laut Wilayah bagian tengah Selat Singapura sesuai Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Selat Singapura yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1973 dan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di bagian barat Selat Singapura yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2009. Batas Laut Wilayah di bagian timur Selat Singapura mencakup area perairan antara Batam (Indonesia) dan Changi (Singapura). Penetapan garis batas Laut Wilayah dilakukan dengan mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 dan dirundingkan sesuai kepentingan nasional kedua Negara.

Pada awalnya muncul berbagai permasalahan yang disebabkan belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini tentu akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Singapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia. Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.

Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi dan dengan emosi kebangsaan yang terkendali; kedua negara akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara.

Kerjasama dan Persahabatan 50 Tahun Indonesia-Singapura

Ternyata perbatasan yang dalam batas-batas tertentu bisa menjadi rumit apalagi bila dikaitkan dengan tradisi, sejarah dan lain sebagainya ternyata Indonesia dan Singapura dapat menahan diri dan menjadi bagian dari komunitas modern yang memilih proses diplomasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan terkait perbatasan. Hal itu pula yang menandai kehadiran Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi pada 9-10 Februari 2017 ke Singapura. “Keberadaan saya di Singapura selain meluncurkan rangkaian kegiatan perayaan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Singapura, juga melakukan penukaran instrumen ratifikasi perjanjian antara Indonesia dan Singapura mengenai penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di bagian timur selat Singapura,” kata Menlu Retno setelah bertemu dengan mitranya, Vivian Balakrishnan, di Singapura.

Ratifikasi perjanjian itu terkait batas laut sepanjang 9,5 kilometer di bagian timur Selat Singapura, antara Changi di Singapura dan Pulau Batam di Indonesia. Dengan demikian, sekitar 90 persen masalah batas maritim dari kedua negara-sepanjang 67,3 km-telah rampung. Kedua negara pun sepakat segera mendaftarkan instrumen ratifikasi itu kepada PBB. Dengan penukaran instrumen ratifikasi itu, Indonesia dan Singapura kini hanya menyisakan sebagian kecil perbatasan maritim yang belum diselesaikan.

10 pertemuan Yang Bersahabat

Kesepakatan itu dicapai setelah melalui proses pembicaraan intensif selama tiga tahun dan melalui 10 putaran pertemuan. Kedua negara memiliki semangat yang kuat untuk tetap fokus membangun suasana damai di kawasan, sekaligus jaminan pada stabilitas dan keamanan jalur pelayaran strategis itu. Meski begitu, menurut Menlu Retno, proses itu merupakan salah satu negosiasi dan pengesahan tercepat yang dilakukan Indonesia dengan negara lain. Sementara dari Menlu Balakrishnan melihat proses tersebut menggarisbawahi hubungan baik kedua negara. “Ini menunjukkan bahwa kita memiliki hubungan fungsional yang baik dan lebih penting lagi, menunjukkan ada kepercayaan strategis. Tanpa itu, semuanya menjadi lebih rumit,” begitu kata Balakrishnan.

Dengan ratifikasi terkait batas maritim antara Indonesia dan Singapura, kedua negara tidak lagi memiliki persoalan dalam mengelola wilayah perairan mereka. Keduanya dapat menerapkan kebijakan masing-masing, sekaligus bekerja sama di wilayah yang menjadi jalur terpendek penghubung Asia Tengah dan Asia Timur. Suatu pola perundingan batas antar negara yang bisa dipakai sebagai referensi semangat yang baik untuk melihat permasalahan batas lainnya dengan negara tetangga, khususnya negara tetangga serumpun.

Baca  Juga  :  Sinergi Bersama Mengikis Kekuatan Separatisme

Tuntasnya pembicaraan batas maritim kedua negara menjadi hadiah perayaan 50 tahun hubungan Indonesia-Singapura. “Kita bersama sudah melalui masa-masa sulit. Saat ini setelah 50 tahun, kita mampu berdiri di sini dan memberi tahu dunia bahwa kita memiliki hubungan yang sangat kuat, mendalam, dan luas,” kata Balakrishnan. Retno pun mengapresiasi hubungan baik kedua negara. Hal itu tidak saja tampak dalam intensifnya hubungan ekonomi, tetapi juga komunikasi yang baik antara Indonesia dan Singapura. Saat ini Singapura merupakan mitra dagang terbesar kelima Indonesia setelah Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan India. Menurut catatan Kementerian Luar Negeri RI, hingga Oktober 2016, total perdagangan bilateral Indonesia dan Singapura mencapai 20,90 miliar dollar AS.Investasi Singapura di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 9,2 miliar dollar AS. Investasi itu diwujudkan dalam 1.932 proyek, dan menjadikan Singapura sebagai INVESTOR ASING TERBESAR dalam lima tahun terakhir. Semua itu bermuara pada manisnya persahabat antar dua negara yang berdaulat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *