Waktunya Merealisasikan DOB di Wilayah Perbatasan

Oleh harmen Batubara

Warga perbatasan jelas masih sangat mengharapkan agar bapak Jokowi tetap meneruskan pembangunan Perbatasan. Hal ini terlihat jelas dengan perolehan suara Jokowi-Amin pada Pemilu 2019. Tiga provinsi perbatasan yakni KalTara, KalTeng dan KalTim memberikan kemenangan kepada Jokowi-Amin. Terus terang jalan parallel perbatasan adalah terobosan Jokowi yang tidak terbayangkan sebelumnya. Kini jalan itu tengah dikerjakan dan akan membuka berbagai isolasi perbatasan yang selama ini menjadi tidak terjangkau sama sekali. Sebagai pengamat perbatasan, saya sangat yakin bahwa pengembangunan wilayah di kawasan ini akan bisa dengan cepat berkembang kalau sarana transportasi darat bisa menghubungkan Kaltara-Kalteng-Kaltim dan selanjutnya dengan Malaysia serta Brunai Darussalam. Saya percaya pak Jokowi juga melihat peluang yang bisa diharapkan kalau konektivitas ke tiga Negara di kawasan itu. Terlebih lagi kalau suatu saat Kalteng di jadikan Pusat Ibu Kota RI. Kali ini penulis hanya ingin mengingatkan bahwa sudah saatnya DOB diberikan secara prioritas di wilayah perbatasan.

Kala itu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan tidak akan ada Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dibentuk dan diizinkan berdiri hingga 2018. Hingga saat ini tercatat sudah ada 314 permohonan pemekaran DOB wilayah yang sudah diterima Kementerian Dalam Negeri. Menurut Tjahjo, pemekaran wilayah tidak bisa dilakukan karena pemerintah masih fokus membangun infrastruktur ekonomi dan sosial hingga 2018. Pembentukan DOB baru akan dievaluasi dan diputuskan pasca selesainya pembangunan infrastruktur.

Baca Juga :  Jalan Paralel Perbatasan, Peluang BerBisnis Jadi Menarik

Alasan lain yang menyebabkan DOB belum bisa dibentuk karena masih banyak daerah hasil pemekaran yang mengalami kesenjangan pembangunan. Tidak mampu berdiri sendiri. Misalnya di NTT “ada pengadilan negeri di NTT hanya punya (gedung) PN saja, staf dan sopirnya belum punya. Belum bicara kejaksaan, pengadilan. Ini saling terkait,” katanya

Sementara, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono mengatakan, pemerintah lebih baik fokus membuka akses pelayanan ke daerah pelosok ketimbang  membuka DOB Baru. Ia melihat pemekaran daerah tidak selalu membawa pemerataan pembangunan di daerah-daerah. Pemerataan dapat terwujud jika pembangunan infrastuktur dan akses menuju tiap wilayah sudah terwujud. “Pilihannya ke depannya ada dua, memaksimalkan peranan kecamatan, namanya kecamatan sebagai pusat pengembangan. Bisa juga dimekarkan dengan cara dibangun jalan akses. Percuma dibikin kabupaten kalau aksesnya tidak ada,” kata Sumarsono.

Pemerintahan Jokowi-JK  secara tidak langsung juga telah menerapkan Konsep OBOR ( One Belt One Road) nya China di wilayah Nusantara. Hanya saja kalau OBOR meliputi 60 negara disepanjang jalur Sutra Eurasia, maka Nawa Cita meliputi 34 provinsi dan di 500an lebih kabupaten/Kota. Intinya sama, bagaimana membuka isolasi untuk menggerakkan produk di sepanjang jalur sutra dari China ke eropa lewat Eurasia. Nawa Cita juga memberikan peluang menggerakkan produk negara kepulauan dari Timur ke Barat beserta 10 negara tetangga dan sebaliknya dari barat ke timur sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan warga.

Pemerintah juga sudah selesai membangun simbol simbol kedaulatan Negara berupa pembagunan kembali 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di perbatasan. Adapun ke 7 PLBN itu meliputi PLBN Motaain, Motamasin, dan Wini di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian di Kalimantan Barat ada Aruk, Nanga Badau dan Entikong, dan di Papua ada di Skouw. Sebenarnya ke 7 PLBN tersebut sebelumnya sudah ada namun dianggap tidak layak sehingga diratakan dan kemudian dibangun baru. Selain 7 PLBN  tersebut, ada tambahan 2 PLBN lagi yang akan diperbaiki yaitu PLBN Oupoli dan Waris yang masih dalam tahap Pra Design. Konsepnya sudah jelas, membangun Infrastruktur di perbatasan dimulai dari sekitar PLBN, jalan raya, tol laut dan tol udara serta infrastruktur yang bisa mempercepat pengembangan Kawasan Perbatasan, seperti pasar, perumahan, dll.

Jelasnya demikian : Untuk setiap pembangunan PLBN pada tahap pertama yang dibangun adalah bangunan utama, pos lintas kendaraan pemeriksaan, bangunan pemeriksaan kargo, bangunan utilitas (rumah pompa & power house), monumen, gerbang kedatangan dan keberangkatan, sarana jalan pendukung, lansekap dan jalur pedestrian yang selanjutnya disebut dengan zona inti. Kemudian akan dibangun di zona sub inti dan zona pendukung yaitu area parkir, bangunan kantor PLBN, mess pegawai, klinik, pasar tematik, food court dan rest area, wisma Indonesia dan Masjid.

DOB Dari Kacamata Prioritas

Pemerintah kini tengah mewujutkan pembangunan fisik dari segi infrastruktur, dan memastikan konektivitasnya jalan parallel perbatasan dan tol laut sudah mampu menjangkau desa-desa perbatasan. Tetapi untuk secara langsung menggerakkan perekonomian rakyatnya secara maksimal hanya bisa dilakukan oleh Pemda setempat. Dari pengalaman di berbagai negara dan juga di Indonesia terbukti pembentukan Daerah Otonomi Baru di wilayah tertinggal dapat mengatasi ketimpangan itu dengan baik selama pemerintahannya dijalankan secara jujur,  demokratis,  profisional dan jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Pada prinsipnya, pemekaran daerah/pembentukan daerah otonomi baru bertujuan untuk Percepatan pelayanan kepada masyarakat, Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, Percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah, Percepatan pengelolaan potensi daerah, Peningkatan keamanan dan ketertiban serta Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Bagi Pemda, ada beberapa   alasan   kenapa   pemekaran   wilayah  menjadi salah satu pendekatan  yang  cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  dan  peningkatan  pelayanan  public adalah : Pertama, Keinginan  untuk  menyediakan  pelayanan  publik  yang  lebih  baik  dalam wilayah kewenangan   yang   terbatas/terukur.   Pendekatan   pelayanan melalui  pemerintahan  daerah  yang  baru  diasumsikan  akan  lebih  dapat memberikan  pelayanan  yang  lebih  baik  dibandingkan  dengan  pelayanan melalui  pemerintahan  daerah  induk  dengan  cakupan  wilayah  pelayanan yang  lebih  luas.  Maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.

Kedua, Mempercepat    pertumbuhan    ekonomi    penduduk    setempat    melalui perbaikan  kerangka  pengembangan ekonomi  daerah  berbasiskan  potensi lokal.  Dengan  dikembangkannya  daerah  baru  yang  otonom,  maka  akan memberikan  peluang  untuk  menggali  berbagai  potensi  ekonomi  daerah baru yang selama ini tidak tergali dan bahkan tidak dikelola sama sekali.

Ketiga, Penyerapan tenaga kerja lintas sektor. Dengan terbentuknya daerah otonomi baru, tentunya akan menjadi penggerak ekonomi berbasis potensi yang akan membuka peluang usaha dan investasi secara langsung, promosi pengelolaan sumberdaya alam dan lain sebagainya yang tentunya akan membuka akses lapangan kerja dan penguatan ekonomi.

Selama ini yang sering menggangu suatu kebijakan adalah adanya semangat “pemerataan” yang melemahkan “prioritas”. Sebelum era Jokowi–JK yang sering terjadi adalah semangat “pemerataan anggaran” yang menyebabkan dana anggaran malah tidak mampu membangun apa-apa. Era Jokowi-Jk beda, prioritas itu perlu dan itu dibuktikan untuk pembangunan Infrastruktur. Hasilnya nyata dan manfaatnya bisa dirasakan. Dengan kacamata seperti itulah kita melihat pembentukan DOB, harus ada prioritas dan harus punya kemampuan untuk bisa berdiri dengan kemampuan sendiri. Daerah perioritas itu ya seperti daerah perbatasan dan Pemda induk yang mampu mengelola DOB dengan kemampuan pendanaan mereka sendiri.

DOB Di Wilayah Perbatasan

Setelah pembangunan Infrastruktur sudah masuk perbatasan, maka kini saatnya pemerintah untuk memberikan DOB secera prioritas, khususnya untuk wilayah perbatasan, wilayah yang selama ini tidak terjangkau pelayanan pemerintah karena pada umumnya masih terisolasi. Kini setelah pembangunan infrastruktur hampir selesai, dan daerah sudah terbebas dari isolasi. Maka sudah waktunya pemerintah memberikan izin bagi adanya DOB secara selektif. Salah satu wilayah perbatasan yang memerlukan perhatian khusus itu adalah wilayah perbatasan dengan negara Malaysia, negara dengan pendapatan perkapita yang jauh lebih baik dari Indonesia. Lebih khusus lagi wilayah yang selama ini sangat terisolasi, yakni wilayah di sepanjang provinsi perbatasan Kalimantan Utara. Di wilayah ini ada empat wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) mulai dari DOB Kabudaya, DOB Sebatik, DOB Apau Kayan dan DOB Krayan.

Baca Juga : Membaca Strategi Pembangunan Perbatasan Jokowi

Jika dikaitkan dengan permasalahn garis batas di perbatasan maka DOB Kabudaya mempunyai nilai tersendiri. Di daerah ini terdapat OBP(Outstanding Boundary Problems), garis batas yang kedua negara belum sepakat yakni OBP Sinapad dan OBP Simantipal. Secara fakta saat ini wilayah muara Sungai Sumantipal, masuk Kecamatan Lumbis Ogong – Kabupaten Nunukan  Provinsi Kalimantan Utara. Di area yang di klaim oleh Malaysia ini terdapat lima desa yang berada di sekitar muara Sungai Sumantipal yakni Desa Sumantipal, Desa Labang, Desa Ngawol, Desa Lagas dan Desa Bulu Laun Hilir. Lima desa ini berbatasan langsung dengan dengan Kampung Bantul, Sabah, Malaysia Timur, dan secara fakta juga memperlihatkan bahwa untuk urusan ekonomi masyarakat di desa-desa perbatasan itu pada umumnya sangat tergantung dengan suplai barang lewat jaringan perdagangan dari Malaysia. Hal lain yang menjadikan wilayah ini jadi biang masalah adalah soal banjir di musim penghujan. Wilayah muara sungai Simantipal ini membawa semua kucuran hujan dari pegunungan perbatasan dari wilayah Malaysia. Diharapkan dengan jadi DOB maka masalah banjir ini bisa di kelola lebih baik, sehingga banjir tidak selalu jadi petaka bagi warganya.

Dengan kian terbukanya wilayah ini, juga sedikit banyak akan lebih memudahkan bagi pihak perunding batas Indonesia untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan perundingannya. Dipercaya kalau akses ke lokasi lebih terbuka, maka berbagai inspirasi yang kian mendukung klaim akan garis batas lebih mudah diwujudkan.